Masalah Klasik, Marak Badut Anak di Bawah Umur

- Senin, 23 Mei 2022 | 10:44 WIB
MIRIS: Anak yang sejatinya sekolah dan bermain harus ikut mencari uang dengan cara meminta-minta menggunakan kostum badut.
MIRIS: Anak yang sejatinya sekolah dan bermain harus ikut mencari uang dengan cara meminta-minta menggunakan kostum badut.

Peminta-minta di jalan umum dan persimpangan dengan modus kostum badut telah menjamur di Samarinda. Tidak hanya orang dewasa, tapi anak di bawah umur juga terlibat.

 

PERBUATAN demikian melanggar aturan. Kehadiran badut cilik di persimpangan lampu merah, ternyata bukan cerita baru. Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kaltim Rina Zainun menyebut, fenomena badut cilik sudah mereka telusuri sejak 2021.

Masalah klasik yakni tuntutan ekonomi, jadi latar belakang pemanfaatan anak di bawah umur untuk minta-minta tersebut. "Kami menyayangkan keterlibatan anak-anak untuk membantu mencari nafkah keluarga, apalagi dengan cara mengharap belas kasihan," katanya.

Dipaparkan Rina, kebiasaan tersebut akan berdampak pada mental anak di masa mendatang. Melibatkan anak di bawah umur dalam mencari uang sebenarnya sudah masuk kategori eksploitasi.

"Eksploitasi anak sama dengan merenggut hak-hak yang semestinya didapat seorang anak. Hak untuk bersekolah mendapatkan pendidikan serta bermain," sesalnya.

Sebab, tanggung jawab mencari nafkah semestinya dipenuhi oleh orangtua. Namun justru diusahakan oleh anak  seorang diri. "Tidak semua anak melakukan itu murni karena kesadarannya. Tapi banyak juga yang dipaksa atau dibiarkan bekerja," jelas Rina.

Lebih lanjut, TRC PPA Kaltim telah menemui seorang badut yang dilakoni oleh anak di bawah umur, duduk di bangku SMP. Dikatakan sebenarnya si anak tidak mau menjadi badut yang meminta-minta di pinggir jalan.

 "Karena merasa gerah akibat kepanasan lantaran kostum yang dikenakannya, bahkan sampai menyebabkan lecet. Namun sayangnya derita itu harus dia lawan, hanya karena terdorong ingin meringankan beban orangtua," bebernya.

Dia menegaskan, orangtua seharusnya menyadari bahwa jalanan bukanlah tempat yang aman untuk anak-anak. Sebab, bisa saja menjadi korban laka lantas. Bahkan menjadi korban kejahatan. Keterlibatan pemerintah pun diklaim harus lebih maksimal. Tidak hanya melakukan razia dan pembinaan, yang sifatnya hanya berupa nasihat.

Harus ada upaya atau tindakan lebih dari razia dan pembinaan. Misalnya kalau untuk anak yang tidak bersekolah, diberikan pelatihan atau diikutkan paket sesuai usia mereka. Agar anak-anak bisa tumbuh kembang sesuai usianya dan punya harapan untuk masa depan.

Di sisi lain, kabid Trantibum Satpol-PP Samarinda turut menyesal banyaknya anak usia sekolah yang meminta-minta dengan kostum badut. Sebenarnya orangtua tidak boleh sampai menyuruh anak membantu mencari uang.

"Bahkan, ketika melakukan razia pernah didapat anak usia sekolah memakai kostum badut. Untuk tindakan yang lebih jauh berdasarkan perda tidak ada. Karena kami bertindak berdasarkan payung hukum. Namun memperkerjakan anak merupakan perbuatan pidana," jelasnya. (kri/k8)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X