Derita petani kelapa sawit tampaknya belum berakhir. Larangan ekspor CPO dan produk turunan lainnya belum dicabut. Namun, harga minyak goreng juga tak kunjung turun. Sementara, harga TBS kian murah.
SAMARINDA-Penurunan harga tandan buah segar (TBS) masih terus berlanjut. Sejak awal larangan ekspor produk turunan kelapa sawit, membuat harga sawit terus melandai. Ditambah lagi, dari 1.118 pabrik sawit, saat ini sekitar 25 persen berhenti membeli TBS dari petani, akibat penuhnya tangki timbun.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kutai Kartanegara Daru Widiyatmoko mengatakan, awal Mei 2022 harga rata-rata kelapa sawit yang dibeli pabrik kelapa sawit (PKS) masih sekitar Rp 2.000-3.000 per kilogramnya, untuk kelapa sawit usia 10 tahun ke atas. Namun, sejak 9 Mei langsung menurun hanya sekitar Rp 1.900-2.770 ribu per kilogramnya. Bahkan sekarang harga hanya Rp 1.500-1.800 per kilogram.
“Harga sudah semakin rendah. Sebab, sebelum larangan ekspor CPO, harga TBS berkisar hampir Rp 4.000 per kilogramnya,” tuturnya, Kamis (19/5).
Larangan ekspor minyak sawit mentah memang membuat harga TBS terjun bebas. Bahkan, petani memilih membiarkan buah sawit busuk di pohon lantaran biaya operasional memanen sawit justru hanya membebani.
Menurut Daru, harga TBS sudah menurun sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan akan melarang ekspor CPO. Bahkan, harga menurun sebelum aturan itu dilaksanakan, yaitu pada 28 April. Hingga sekarang, tren harga terus menurun. Ditambah lagi, banyak pabrik yang sudah tidak menyerap TBS petani.
Sehingga, lengkap sudah derita para petani sawit ini, harga murah, tidak ada yang membeli, akhirnya banyak busuk. Wajar ketika banyak petani memilih tidak memanen dan membiarkannya busuk di pohon.
Sawit bukan komoditas yang bisa ditimbun seperti batu bara. Apalagi saat ini, sudah mulai memasuki musim panen. Saat ini ekspor dilarang, harga minyak goreng tetap mahal. Dari pantauan Kaltim Post di sejumlah minimarket di Balikpapan, harga minyak goreng kemasan per liter di harga Rp 25 ribu sampai Rp 35 ribu. Sedangkan yang curah di pasar tradisional, sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per liter. Sehingga, jika melihat efek dari larangan ekspor pemerintah, hanya masih terasa berimbas pada pekebun sawit
“Satu-satunya cara untuk mengembalikan harga TBS agar tetap stabil, yaitu segera cabut larangan ekspor CPO (crude palm oil) agar harga TBS kembali normal,” ungkapnya.
Para petani berharap, pemerintah bisa segera mencabut larangan ekspor CPO. Kalau tidak secepatnya dicabut, maka harga bisa terus anjlok, bahkan bisa lebih rendah dari saat ini. Meski masih ada PKS yang membeli TBS, harganya juga sudah tidak sesuai yang ditetapkan Dinas Perhubungan (Disbun) Kaltim. Berdasar harga TBS April yang ditetapkan Disbun Kaltim mulai Rp 3.150 per kilogram sampai Rp 3.577 kilogram.
“Kami tetap berharap larangan ekspor segera dicabut, agar perusahaan bisa mengekspor CPO dan harga kembali meningkat, otomatis harga TBS mengikuti. Intinya larangan dicabut, harga normal,” tegasnya.
LARANGAN CPO
Larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng (migor) kelapa sawit tidak dianggap sebagai sentimen negatif yang berdampak pada investasi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai bahwa kebijakan itu hanya bersifat sementara, sehingga dampaknya tidak signifikan pada investor.
Koordinator Wakil Ketua Umum Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani mengatakan bahwa ada isu lain yang lebih signifikan, yang mungkin akan berpengaruh pada iklim investasi di Indonesia, selain isu CPO. “Salah satunya adalah kondisi geopolitik yang secara keseluruhan sangat tidak berpihak pada kelancaran arus investasi ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Shinta menambahkan, ada juga sentimen negatif lain seperti faktor ketidakpastian penyebaran pandemi pasca-Lebaran atau ketidakpastian terkait keabsahan Undang-Undang Cipta Kerja. Faktor-faktor tersebut lebih dominan menciptakan tekanan terhadap iklim investasi daripada kebijakan larangan ekspor migor sawit.
“Kami tetap optimistis realisasi investasi di tahun ini bisa terus meningkat. Yang penting, kita harus fokus dan konsisten memastikan stabilitas ekonomi makro sepanjang tahun,” tambahnya.
Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa pemerintah melarang sementara ekspor CPO berserta produk turunan termasuk bahan baku dan produk minyak goreng ke luar negeri. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022. Permendag itu sudah berlaku sejak 28 April dan berlaku hingga keperluan dalam negeri telah terpenuhi serta harga minyak goreng curah mencapai Rp 14.000 per liter.
“Keputusan ini diambil dengan sangat seksama, memerhatikan perkembangan hari demi hari situasi ketersediaan minyak goreng curah untuk masyarakat. Tentu akan ada dampak dari kebijakan ini, namun sekali lagi saya tegaskan bahwa kepentingan rakyat adalah yang paling utama,” papar Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi.
Dia menyebut, kebijakan itu akan dievaluasi secara periodik melalui rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian setiap bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
“Keperluan pokok masyarakat Indonesia adalah prioritas pemerintah. Larangan sementara ekspor ini merupakan upaya untuk mendorong ketersediaan bahan baku, juga pasokan minyak goreng di dalam negeri dan menurunkan harga minyak goreng ke harga keterjangkauan,” pungkasnya. (rom/k15)
CATUR MAIYULINDA
@caturmaiyulinda