JAKARTA - Presiden Joko Widodo (19/5) mengumumkan pencabutan larangan ekspor minyak goreng. Mulai Senin nanti (23/5) keran ekspor minyak goreng sudah dibuka. Pemerintah melihat pasokan dan harga minyak goreng saat ini sudah cukup baik.
"Berdasarkan kondisi pasokan dan harga minyak goreng saat ini serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga kerja di industri sawit, baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali," ujar Jokowi. Namun, pemerintah tetap mengawasi dan memantau dengan ketat untuk memastikan pasokan tetap terpenuhi dengan harga terjangkau.
Berdasarkan pengecekan langsung di lapangan dan laporan yang diterima, pasokan minyak goreng terus bertambah. "Kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah adalah sebesar kurang lebih 194 ribu ton per bulannya," ujarnya. Pada Maret, sebelum dilakukan pelarangan ekspor, pasokan Tanah Air hanya mencapai 64,5 ribu ton. Lalu setelah dilakukan pelarangan ekspor di April, pasokan kita mencapai 211 ribu ton per bulannya.
Selain itu, Kepala Negara juga menjelaskan bahwa terdapat penurunan harga rata-rata minyak goreng secara nasional. Sebelum pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional minyak goreng curah berkisar kurang lebih Rp19.800. Lalu setelah adanya pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional turun menjadi Rp17.200 sampai Rp17.600.
"Penambahan pasokan dan penurunan harga tersebut merupakan usaha bersama-sama kita, baik dari pemerintah, BUMN, dan juga swasta," ucapnya. Jokowi mendapatkan informasi di beberapa daerah masih relatif tinggi. Dia yakin kedepan harga minyak goreng curah akan terjangkau.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga mengucapkan terima kasih kepada para petani sawit atas pengertian terhadap kebijakan pemerintah. Secara kelembagaan, pemerintah juga akan melakukan pembenahan prosedur dan regulasi di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Tujuannya, agar lebih adaptif dan solutif menghadapi dinamika pasokan dan harga minyak dalam negeri sehingga masyarakat dapat dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya.
"Di sisi lain, mengenai dugaan adanya pelanggaran dan penyelewengan dalam distribusi dan produksi minyak goreng, saya telah memerintahkan aparat hukum kita untuk terus melakukan penyelidikan dan memproses hukum para pelakunya," bebernya. Jokowi tak ingin ada yang merugikan rakyat.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat bahwa pencabutan larangan ekspor CPO menjadi bukti bahwa kebijakan pengendalian harga minyak goreng lewat stop ekspor total seluruh produk CPO adalah kesalahan fatal.
Menurut Bhima, harga migor di level masyarakat masih tinggi. Petani sawit pun dirugikan dengan harga TBS yang anjlok karena oversupply CPO di dalam negeri. ”Kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp6 triliun, belum ditambah dengan tekanan pada sektor logistik -perkapalan yang berkaitan dengan aktivitas ekspor CPO,” ujar Bhima, kemarin (19/5).
Bhima menambahkan, Indonesia terlanjur kehilangan devisa yang cukup tinggi imbas pelarangan ekspor CPO. Hal tersebut dinilai berpengaruh pada stabilitas sektor keuangan. ”Pelemahan kurs Rupiah terhadap dollar AS di pasar spot sebesar 3 persen dalam sebulan terakhir. Salah satunya disumbang dari pelarangan ekspor. Collateral damage-nya sudah dirasakan ke berbagai sektor ekonomi,” tambah Bhima.
Bhima menegaskan, harapannya kebijakan berbagai komoditas ke depannya tidak meniru pelarangan ekspor CPO yang tidak memiliki kajian matang. ”Cukup terakhir ada kebijakan proteksionisme yang eksesif seperti ini,” tegasnya.
Memandang ke depan pasca ekspor CPO dibuka, lanjut Bhima, bagaimana pemerintah bisa mengendalikan harga minyak goreng yang acuannya adalah mekanisme pasar. Pengusaha yang mengacu pada harga dipasar internasional dikhawatirkan menaikkan harga minyak goreng secara signifikan khususnya minyak goreng kemasan. ”Selama aturan minyak goreng boleh mengacu pada mekanisme pasar maka harga yang saat ini rata-rata Rp24.500 per liter dipasar tradisional bisa meningkat lebih tinggi,” tambah Bhima.
Menurut Bhima, ada tiga solusi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah segera setelah pencabutan larangan ekspor dilakukan. Pertama, tugaskan Bulog dan beri kewenangan untuk ambil alih setidaknya 40 persen dari total distribusi minyak goreng. ”Selama ini mekanisme pasar gagal mengatur marjin yang dinikmati para distributor migor. Bulog nantinya membeli dari produsen minyak goreng dengan harga wajar, dan melakukan operasi pasar atau menjual sampai ke pasar tradisional,” beber Bhima.
Kedua, sambungnya, perlu dipertimbangkan untuk menghapus kebijakan subsidi ke minyak goreng curah, dan diganti dengan minyak goreng kemasan sederhana. Pengawasan minyak goreng kemasan dinilai jauh lebih mudah dibanding curah.
Ketiga, jika masalahnya adalah sisi pasokan bahan baku didalam negeri maka program biodisel harus mengalah. Target biodisel harus segera direvisi, dan fokuskan dulu untuk penuhi kebutuhan minyak goreng. ”Tentu tiga kebijakan ini butuh penyegaran pejabat pelaksana, salah satunya melalui reshuffle menteri yang selama ini gagal menyelesaikan masalah migor,” pungkas Bhima.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan ekspor CPO dan turunannya. Yakni, Lin Che Wei (LCW) alias Weibinanto Halimdjati (WH), pendiri Independent Research Advisory Indonesia (IRAI). LCW merupakan pihak swasta yang diperbantukan di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan LCW ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Perintah Penyidikan nomor: Print-26/F.2/Fd.2/05/2022 tertanggal 17 Mei 2022 dan Surat Penetapan Tersangka nomor: TAP-22/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 17 Mei 2022.
”Berdasarkan hasil ekspose telah menemukan barang bukti yang cukup untuk menetapkan LCW sebagai tersangka,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers secara dalam jaringan (daring), Selasa (17/5) lalu.
LCW menjadi tersangka kelima dalam perkara korupsi pengurusan ekspor CPO dan turunannya tersebut. Sebelumnya, Kejagung lebih dulu menetapkan empat orang sebagai tersangka. Salah satunya adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (PLN) Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.
Burhanuddin mengungkapkan, LCW dalam kasus ini berperan sebagai pihak yang turut bersama-sama mengondisikan produsen CPO untuk mendapatkan izin persetujuan ekspor CPO dan turunannya. Perbuatan itu dinilai melanggar hukum lantaran persetujuan ekspor itu tidak memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) 20 persen.
Berdasar penelusuran Jawa Pos, LCW tercatat pernah menjabat sebagai penasihat kebijakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Bukan hanya itu, dalam situs resmi AIRA juga disebutkan bahwa LCW juga pernah menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Danareksa (Persero), perusahaan BUMN.
Secara umum, alumni Universitas Trisakti itu puluhan tahun berpengalaman di bidang riset dan kebijakan publik. Dia pun mendirikan IRAI pada 2003 sebagai perusahaan riset dengan spesialis dalam riset industri dan kebijakan. Pun, LCW pernah menerima Penghargaan Tasrif dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 2003 silam.
Terkait penghargaan itu, Ketua Umum AJI Sasmito Madrim menyatakan pihaknya akan mencabut penghargaan tahunan tersebut jika LCW terbukti bersalah secara hukum. AJI pun, kata Sasmito, mendukung penuh langkah Kejagung dalam mengungkap kasus korupsi terkait migor itu. ”AJI berkomitmen akan mencabut penghargaan yang diberikan kepada LCW,” kata Sasmito dalam keterangan tertulis yang diterima Jawa Pos. (tyo/agf/lyn)