Ferdy Sukmadianto
ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kaltim
Kinerja keuangan daerah merupakan indikator dan tolok ukur sejauh mana daerah telah menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola keuangannya. Kinerja keuangan daerah biasanya dilihat dari capaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD secara periodik (tahunan) diperiksa dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengetahui tingkat kewajaran, relevansi serta kecukupan materialitas yang diungkapkan dalam penyajian laporan keuangan tersebut.
Hasil pemeriksaan oleh BPK berupa opini audit yang disusun melalui serangkaian prosedur dan analisis terhadap prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang terstandardisasi dan diterapkan oleh pemerintah daerah. Hasil opini audit BPK secara linear dipandang sebagai hasil akhir capaian LKPD, namun demikian penggunaan informasi LKPD sendiri secara komprehensif bertujuan memberikan arah kebijakan pembangunan daerah oleh pimpinan daerah demi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang optimal.
Dari beberapa pengamatan, tidak banyak dan hanya sedikit pimpinan daerah yang mengerti dan memahami informasi dari LKPD untuk digunakan sebagai bahan kebijakan penyusunan strategi pembangunan daerah yang berfokus pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat. Banyak pimpinan daerah yang menganggap urusan kesejahteraan masyarakat berkaitan dengan anggaran daerah. Semakin banyak anggaran daerah maka urusan peningkatan kesejahteraan masyarakat semakin tinggi begitupun sebaliknya, hal ini merujuk kondisi ruang fiskal daerah. Anggapan tersebut tidak seluruhnya salah namun juga tidak bisa dibenarkan seratus persen.
Mengapa demikian, kalau berpedoman pada tujuan pemerintah dan tujuan bernegara orientasi peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama pembangunan. Ini menandakan bahwa urusan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak bisa ditawar lagi. Cukup atau tidak cukupnya anggaran daerah untuk kesejahteraan masyarakat bukan suatu alasan urusan kesejahteraan diabaikan.
Kondisi anak putus sekolah, tingkat kesehatan bayi, angka harapan hidup, tingkat pendapatan per kapita regional serta ukuran-ukuran kesejahteraan lainnya dalam statistik makroekonomi menjadi problem aktual penyelenggaraan kepemerintahan di daerah. Akumulasi tidak tertanganinya permasalahan kesejahteraan tersebut akan menjadi beban pemerintah pusat di sepanjang waktu dan ini menjadi permasalahan klasik di setiap pemerintah berbagai negara berkembang di dunia.
Apabila pertanyaan dikembalikan lagi kepada peran pemerintah daerah, hubungan pemerintah pusat dan daerah serta pilihan kebijakan apa yang terbaik agar kualitas kesejahteraan masyarakat selalu meningkat maka yang akan muncul adalah berbagai argumen dan narasi yang justru semakin melebar ke sana kemari dengan dibumbui sentimen politik yang melatarbelakanginya.
Untuk dapat memilah bagaimana kualitas kesejahteraan masyarakat di suatu daerah diukur selain dengan data makroekonomi yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), pimpinan daerah dapat memanfaatkan informasi dari LKPD yang dihasilkan sebagai alat analisis dasar bagaimana kinerja keuangan daerah berdampak kepada program pembangunan yang bertujuan menciptakan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat.
Ukuran umum tingkat kesejahteraan masyarakat yang sering digunakan adalah indeks pembangunan manusia (IPM). Berdasarkan data yang diolah di Provinsi Kaltim, kurun waktu 2016 – 2020 tren rata-rata IPM di tingkat pemerintah kabupaten/kota 73,82 dengan nilai IPM tertinggi di Kota Samarinda 79,92 dan terendah di Kabupaten Mahakam Ulu 66,59 sementara trend kenaikan IPM di Kota Samarinda 1,5 persen dan Kabupaten Mahakam Ulu 2,3 persen. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja di LKPD dalam kurun waktu yang sama terjadi perbedaan yang signifikan dimana tren kenaikan anggaran belanja di Kota Samarinda mencapai 24,52 persen dan di Kabupaten Mahakam Ulu mencapai 31,83 persen.
Kondisi ini menunjukkan kenaikan realisasi belanja sebanding dengan kenaikan IPM namun derajat kenaikannya tidak signifikan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan belanja pemerintah daerah belum sepenuhnya memacu kenaikan derajat kesejahteraan secara tinggi.
Terdapat contoh aktual dalam strategi kebijakan publik yang diawali dari analisis laporan keuangan pemerintah. Strategi kebijakan publik yang kemudian populer tersebut yakni saat Presiden Amerika Serikat, Barack Obama meluncurkan Undang Undang Perlindungan Kesehatan yang dikenal dengan Obama Care pada tahun 2010. Banyak pihak yang menyinggung program Obama Care sebagai program mercusuar Presiden Obama agar citra dirinya meningkat di mata masyarakat AS saat itu.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa kebijakan Obama Care sesungguhnya berawal dari kegelisahan Barack Obama atas laporan keuangan pemerintah AS yang semakin tidak berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat dari sisi kesehatan. Meski alokasi anggaran kesehatan di APBN-nya pemerintah AS cukup tinggi namun tidak memberi dampak signifikan di realitanya karena masyarakat AS tetap saja terseleksi secara ketat saat ingin memanfaatkan layanan kesehatan dari pemerintahnya. Barack Obama sebagai presiden saat itu memandang bahwa anggaran pemerintah haruslah berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat secara luas dan sektor kesehatan menjadi awal dimulainya reformasi pelayanan kesehatan masyarakat AS melalui Obama Care tersebut.
Kebijakan politik pasti akan mendapat tentangan dari rival dan lawan politik, demikian halnya Obama Care. Kubu Partai Republik yang menjadi oposisi jelas-jelas menentang hingga pemerintah AS sempat dilanda shutdown akibat polemik Obama Care. Hingga suatu waktu pada Kamis, 19/01/2017, di saat Obama sudah diakhir masa jabatannya sebagai presiden, CNN mengumumkan polling untuk pertama kalinya sejak diluncurkan tahun 2010, Obama Care atau UU Perlindungan Kesehatan mendapat respon positif yakni 49 persen masyarakat AS mendukungnya dibanding 47 persen yang menolak. Alasan utama yang disampaikan mereka adalah mereka tidak tahu apakah ada program penggantinya yang jauh lebih baik dari program ini serta mereka menganggap bahwa prinsip kemanusiaan dan kemuliaan dibalik program ini jauh lebih positif bila dibandingkan politik anggaran negara.
Jika dibandingkan Amerika Serikat, Indonesia jauh lebih baik dengan adanya UU Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang secara konsep hampir sama dengan Obama Care, bedanya di Indonesia pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) mendapat dukungan mayoritas partai politik dan sebagian besar masyarakat sehingga pemerintah mampu menyusun pengembangan program lanjutan yang tidak menyita waktu terlalu banyak.
Strategi kebijakan publik yang didasarkan pada analisis laporan keuangan di beberapa negara di dunia, saat ini sudah menjadi instrumen penting yang diturunkan dari pemerintah pusat ke pemerintah federal/regional di bawahnya bahkan hingga ke lembaga publik dasar. Sebagai contoh di Chile, kebijakan desentralisasi fiskal dievaluasi secara berkala melalui tingkat kualitas laporan keuangan level provinsi/regional dengan menerapkan reward and punishment bagi pejabat pengelola keuangan di tingkatan tersebut yang tujuannya agar meningkatkan rasa tanggung jawab pejabat dalam mengelola keuangan regional.
Pada Buku “Satu Dekade Keuangan Negara Dalam Angka dan Data 2010-2020” yang diterbitkan Ditjen Perbendaharaan, Kemenkeu RI, tahun 2022, di bagian kesimpulan dan rekomendasi menyatakan perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyangkut alokasi dan efektivitas belanja fungsi ekonomi, pendidikan dan kesehatan. PDRB menjadi indikator krusial untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah, yang artinya tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah sangat bergantung kepada kondisi PDRB di daerah tersebut. Sementara belanja fungsi perlindungan sosial belum signifikan mengurangi jumlah kemiskinan dan pengangguran.
Dengan memperhatikan kondisi di atas, pekerjaan rumah yang nyata bagi pemerintah daerah adalah perlunya analisis secara komprehensif terhadap kinerja keuangannya dengan sungguh-sungguh memfokuskan orientasi belanja pemerintah kepada layanan publik dasar secara kontinu. Berbagai pemangku kepentingan di daerah haruslah memahami dan memiliki mindset bahwa dengan menetapkan alokasi anggaran dan merealisasikannya secara tepat dan berorientasi kepada kualitas pemanfaatan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menciptakan kemajuan kualitas kehidupan di daerah secara masif. (luc/k15)