India Stop Ekspor Gandum, Pemerintah-Pengusaha Harus Segera Cari Sumber Alternatif

- Selasa, 17 Mei 2022 | 10:49 WIB

JAKARTA – Pengamanan pangan dalam negeri menjadi prioritas India. Itu setelah pemerintah setempat melarang ekspor gandum seiring gelombang panas yang melanda kawasan tersebut. Cuaca ekstrem membuat ratusan hektare tanaman di tanah Hindustan itu gagal panen.

Pemerintah India menyatakan pelarangan ekspor gandum di New Delhi, Sabtu (14/5) waktu setempat. Dilansir dari Al Jazeera, Sekretaris Perdagangan India B.V.R. Subrahmanyam mengatakan bahwa pihaknya masih mengizinkan ekspor yang didukung oleh letter of credit yang sudah dikeluarkan ke negara-negara yang meminta pasokan. “Larangan tidak selamanya, akan direvisi meski dalam waktu yang belum ditentukan,” tuturnya.

Tujuan utama pembatasan ekspor adalah untuk mengendalikan kenaikan harga domestik. Mengingat, harga gandum dunia meningkat lebih dari 40 persen sejak awal tahun. Lonjakan tersebut tentu mengancam ketahanan pangan India dan negara-negara tetangga.“Kami tidak ingin perdagangan gandum terjadi dengan cara yang tidak diatur atau terjadi penimbunan,” kata BVR Subrahmanyam.

Pemerintah India, lanjut dia, masih akan mengizinkan perusahaan swasta untuk memenuhi komitmen mengekspor hampir 4,3 juta ton gandum hingga Juli. Terutama ke negara tetangga seperti Bangladesh, Nepal dan Sri Lanka. Meski, gelombang panas menghambat panen gandum di India. Hingga April 2022, produksi gandum turun tiga juta ton dari 106 juta ton tahun lalu.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan, India merupakan produsen gandum nomor dua terbesar di dunia. Dengan kapasitas produksi mencapai 107,86 juta metrik ton. Indonesia mengimpor gandum tiap tahun sebesar 11,7 juta metrik ton atau setara USD 3,45 miliar. Angka tersebut naik 31,6 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Jadi kalau India melakukan proteksionisme dengan larang ekspor gandum, sangat berisiko bagi stabilitas pangan didalam negeri,” ucapnya melalui pesan singkat (15/5).

Bhima menyatakan, harga gandum di pasar internasional telah naik 58,8 persen dalam satu tahun terakhir. Imbasnya, inflasi pangan akan menekan daya beli masyarakat. Mengingat, tepung terigu dan mie instan sangat butuh gandum. Sedangkan, Indonesia tidak bisa produksi gandum.Sehingga, tak sedikit industri makanan minuman skala kecil yang harus putar otak untuk bertahan ditengah kenaikan biaya produksi.

Lulusan University Of Bradford itu menyebutkan, pelarangan ekspor gandum yang belum diketahui sampai kapan waktunya membuat kekurangan pasokan menjadi ancaman serius. Gejolak perang Ukraina-Rusia sudah membuat stok gandum turun signifikan. Ditambah kebijakan India tersebut tentu berimbas signifikan ke keberlanjutan usaha yang butuh gandum. Pengusaha harus segera mencari sumber alternatif gandum.

Selain itu, kenaikan harga gandum akan memberi efek domino terhadap harga daging dan telur. Sebab, tidak sedikit pakan ternak yang menggunakan campuran gandum. “Ketika harga gandum naik bisa sebabkan harga daging dan telur juga naik,” ucapnya.

Bhima mendorong pemerintah untuk segera mempersiapkan strategi untuk mitigasi berlanjutnya ekspor gandum India. Pengusaha disektor makanan minuman dan pelaku usaha ternak perlu berkoordinasi mencari jalan keluar bersama dengan pemerintah. Di sisi lain, momentum ini bisa menjadi kesempatan bagi alternatif bahan baku selain gandum seperti tepung jagung, singkong, hingga sorgum yang banyak ditemukan di Indonesia.

“Sekarang harus dihitung berapa stok gandum di tanah air, dan berapa alternatif negara penghasil gandum yang siap memasok dalam waktu dekat. Bukan tidak mungkin, pemerintah Indonesia bersama negara lain melakukan gugatan kepada India ke WTO karena kebijakan unilateral India merugikan konsumen dan industri,” tandasnya. (han/dio)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X