Kedelai Mahal, Ukuran Tempe Mengecil

- Jumat, 13 Mei 2022 | 13:48 WIB

BALIKPAPAN - Daya beli masyarakat sempat lesu dampak dari merebaknya pandemi Covid-19. Semua sektor terdampak, termasuk usaha kerajinan tahu tempe. Ditambah sejak tahun lalu target produksi kedelai Brasil meleset dan mengalami penurunan produksi kedelai. Akibatnya, hingga sekarang harga kedelai masih tinggi, mencapai Rp 12.600 per kilogram.

Mau tak mau pengrajin tempe terpaksa mengurangi jumlah kedelai yang digunakan saat proses produksi, sehingga ukuran tempe mengecil. Tapi, jelang Lebaran dan seminggu sesudahnya, Wakil Ketua Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) Balikpapan Bagian Pengadaan Bahan Baku dan Penyaluran Ahmad Arifin menyebut, ada kenaikan penjualan tahu-tempe mencapai 5 hingga 10 persen.

“Mungkin karena orang-orang masih bosan makan daging, maupun event dan katering yang sudah mulai jalan lagi,” tuturnya, Kamis (12/5). Pagebluk yang mereda membuat ekonomi menggeliat. Walau belum bisa dikatakan kembali normal karena harga kedelai masih di atas Rp 10.000, hingga hampir menembus Rp 13.000 dari yang sebelumnya di kondisi normal hanya Rp 7-8.000 per kilogram.

Jumlah anggota pengrajin tahu-tempe yang aktif di Primkopti Balikpapan sebanyak 97 orang. Arifin mengatakan belum bisa menambah anggota baru, karena keterbatasan tempat produksi di Somber. Kebutuhan bahan baku kedelai tersebut mencapai 414 ton tiap bulan.

Dalam seminggu, minimal Primkopti melakukan pemesanan hingga 4 kontainer. Dan 16-18 kontainer dalam sebulan. Biasanya bahan datang pada Senin, Rabu ataupun Kamis, dengan pengantaran butuh waktu dua hari.

Dia menyebut, minimal dalam sehari itu bahan kedelai yang keluar dari gudang itu mencapai 11-12 ton. Anggota ada yang membeli harian maupun mingguan, pesanan paling banyak terjadi di hari Senin. Dengan minimal 50–500 kg satu orang.

Selama ini, di Balikpapan, kata Arifin belum pernah mengalami kekosongan bahan baku, tapi untuk keterlambatan pengiriman sempat terjadi pada Januari lalu. Bulan Maret lalu, pengiriman juga terdampak akibat aksi mogok driver angkutan di Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT).

Pengiriman sekarang tidak ada kendala, hanya saja sebut Arifin, biaya ekspedisi membengkak. Bahan baku melejit ditambah biaya ekspedisi juga melejit membuat beban pengrajin bertambah. Biaya kenaikan sangat signifikan. Dulu sebelum Covid-19, biaya rata-rata Rp 7 juta sekarang sudah tembus Rp 13-14,5 juta.

Di tengah kenaikan tersebut, Arifin merasa bersyukur, karena Bulog ditunjuk pemerintah guna membantu menstabilkan harga. Sejak 28 April lalu, pada periode pertama, pemerintah memberi bantuan subsidi selisih harga Rp 1.000 per kg kedelai yang disalurkan melalui Bulog.

“Ini sangat membantu perajin, dengan harga selisih Rp 1.000 per kg menjadi Rp 11.600. Sebab, bila tidak pengeluaran biaya produksi kami sangat membengkak. Periode pertama ini sudah masuk delapan kontainer. Kami harap, peran pemerintah dalam mengendalikan harga kedelai terus berlanjut, dan harga kedelai kembali normal supaya pengrajin tetap bisa bertahan,” harapnya. (ndu/k15)

Ulil Muawanah

yin.khazan@gmail.com

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X