Empat kantong yang mengapung di Selat Sunda, tidak jauh dari Pelabuhan Merak, menarik perhatian personel TNI-AL yang tengah patroli pengamanan arus mudik dan arus balik pada Minggu (8/5) siang. Lantaran dianggap mencurigakan, personel di Kapal Angkatan Laut (KAL) Sangiang itu membawanya ke Pangkalan TNI-AL (Lanal) Banten.
”Setelah berkoordinasi dengan BNN Provinsi Banten, dugaan awal dari barang tersebut ternyata benar adalah narkotika jenis kokain,” terang Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono di Jakarta (9/5).
Berdasar hitung-hitungan, nilai total kokain seberat 179 kilogram tersebut mencapai Rp 1,25 triliun. Besarnya temuan itu membuat BNN pusat di Jakarta turut memberi atensi. Seluruh kokain diserahkan kepada BNN Provinsi Banten, kemudian diteruskan ke BNN pusat. Untuk memastikan asal kokain tersebut, BNN memeriksa sampelnya di laboratorium.
Kemungkinan kedua, lanjut Heri, para pelaku ingin memanfaatkan pasang surut air laut sebagai bagian dari upaya penyelundupan. Sebab, pasang surut air laut bisa dihitung. Datanya lengkap tersedia. Terakhir, para pelaku memasang alat pelacak pada paket kokain itu. ”Ada barang yang oleh mereka dipasang di benda terapung tersebut sehingga posisinya bisa terdeteksi oleh kapal yang mengambil,” jelas perwira tinggi bintang tiga TNI-AL itu.
Modus operandi tersebut, lanjut Heri, sudah umum dilakukan para penyelundup. Termasuk yang ingin memasukkan atau mengeluarkan barang secara ilegal dari dan menuju Indonesia.
Kennedy menjelaskan, jalur laut paling sering digunakan sindikat narkotika untuk menyelundupkan barang dibandingkan jalur darat dan udara. Persentasenya mencapai 85 persen untuk jalur laut dan 15 persen jalur darat maupun udara. Untuk itu, BNN terus berkoordinasi dengan TNI-AL dan instansi lain yang memiliki kewenangan penegakan hukum di laut.
Diakui Kennedy, jumlah kokain yang ditemukan TNI-AL di perairan Banten sangat banyak. Bahkan, dia menyebut temuan itu spektakuler. ”Dari tahun ke tahun, semenjak saya di BNN, nggak pernah tangkapan (kokain) 1 kilogram pun. Ini sangat luar biasa, sekali ratusan kilogram,” jelas jenderal bintang dua Polri tersebut.
Menurut Kennedy, tidak tertutup kemungkinan barang itu hanya dilintaskan melalui perairan Indonesia untuk dikirim ke negara lain. Sebab, kokain memang jarang dipasok ke Indonesia. ”Sekarang untuk penggunaan kokain atau heroin dan sejenisnya yang dari tumbuhan itu sangat kecil sekali pangsa pasarnya di Indonesia,” ungkap dia.
Sejauh ini, kata Kennedy, BNN baru bisa menyampaikan kemungkinan asal kokain tersebut. Pertama dari Myanmar dan sekitarnya. Lalu Afghanistan, Iraq, dan Pakistan. Kemungkinan berikutnya, kokain itu berasal dari Amerika Latin. ”Karena kami tahu sumber kokain itu ada tiga,” imbuhnya.