BRUSSEL – Langkah Uni Eropa untuk memberikan tekanan kepada Rusia semakin besar. Rabu (4/5) perkumpulan dari 27 negara di Benua Biru itu mengumumkan rencana sanksi terbesar pada negara yang sedang menyerang Ukraina tersebut. Mulai sanksi komoditas minyak, perbankan, hingga tokoh agama mereka.
Kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen baru saja mengajukan proposal agar seluruh negara anggota memberlakukan sanksi bertahap untuk produk minyak bumi yang dihasilkan Rusia. Sanksi itu diberlakukan secara bertahap hingga diterapkan penuh pada akhir 2022. ’’Saya perlu tegaskan, keputusan ini tidak mudah. Kami tahu beberapa negara sangat bergantung pada minyak dari Rusia. Tapi, ini harus dilakukan,’’ ungkapnya kepada Agence France-Presse.
Dalam proposal sanksi keenam sejak agresi Rusia tersebut, Ursula juga mengusulkan agar perbankan Rusia didepak dari SWIFT atau sistem komunikasi perbankan global. Bahkan, Pemimpin Kristen Ortodoks di Rusia Patriark Kirill bakal masuk daftar sanksi karena dianggap tak mencegah langkah Putin menyerang Ukraina.
Langkah itu jelas menjadi pedang bermata dua. Pasalnya, Rusia merupakan pemasok minyak UE terbesar. Tahun lalu, 30 persen pasokan minyak dari 27 negara anggota datang dari Kremlin. Termasuk 15 persen produk petrokimia.
Hal itu diakui Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck. Sebanyak 90 persen dari konsumsi minyak untuk wilayah Berlin dan sekitarnya bakal terganggu jika sanksi tersebut diberlakukan. ’’Saya tak bisa bilang tidak akan ada disrupsi dalam masa sanksi. Tapi, kami mendukung 100 persen langkah yang diambil UE,’’ tegasnya.
Hungaria pun dibuat pusing dengan proposal itu. Sebab, mereka benar-benar bergantung pada Rusia soal energi. Hingga kini, mereka belum mengambil sikap apakah akan menolak atau menyetujui proposal tersebut.
Bahkan, Perdana Menteri Republik Ceko Petr Fiala mengusulkan penundaan 2–3 tahun agar mereka bisa mencari solusi. Hal itu juga diinginkan pemerintah Slovakia. ’’Kami mendukung tindakan tegas terhadap Rusia. Namun, sanksi ini bakal lebih melukai kami daripada Rusia,’’ paparnya.
Di Ukraina, Rusia dikabarkan semakin agresif. Vadym Boichenko selaku wali kota Mariupol, kota pelabuhan Ukraina, mengatakan bahwa pihaknya hilang kontak dengan tentara di pabrik baja Azovstal. Pasalnya, tentara Rusia dikatakan sedang menggempur pabrik tersebut.
Serangan Rusia dimulai setelah Ukraina sempat mengevakuasi 100 warga sipil dari bungker di bawah pabrik itu. Rusia mengonfirmasi bahwa mereka menyerang kawasan tersebut. Namun, mereka menampik bersikap terlalu agresif. ’’Perintah dilakukan secara publik oleh komando tertinggi. Tidak ada gempuran,’’ sanggah Jubir Kremlin Dmitry Peskov menurut Al Jazeera.
Berdasar informasi intelijen Ukraina, Rusia sedang buru-buru mengamankan wilayah Mariupol sebelum tanggal 9 Mei. Mereka dikabarkan bakal menggelar parade militer di sana. ’’Menurut laporan militer Ukraina, pihak Rusia sedang sibuk membersihkan jalan dari mayat dan bongkahan bangunan,’’ ujar intelijen itu di media sosial.
Sementara itu, pemerintah Belarus baru saja menggelar latihan militer besar-besaran. Kementerian Pertahanan Belarus menyatakan, langkah militer itu dilakukan untuk mengetes seberapa siap mereka jika konflik tersebut menyebar ke negara tetangga. Negara pecahan Uni Soviet itu memang terimpit di antara Ukraina dan Rusia. ’’Kami hanya ingin menjamin bahwa kedaulatan kami, baik darat maupun udara, bisa terjamin,’’ ucap Kementerian Pertahanan dalam pernyataan resmi. (bil/c18/bay)