Kinerja kafe dan restoran meningkat selama periode Ramadan dan Idul Fitri. Di Jawa Timur (Jatim), tingkat kunjungan ke tempat kuliner naik 30 persen. Tren itu menggairahkan industri kuliner tanah air. Para pengusaha kuliner berharap tren tersebut bisa terus berlanjut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim Tjahjono Haryono mengakui adanya lonjakan jumlah pengunjung. Khususnya sejak H-14 Lebaran. Sebab, masyarakat mulai percaya diri untuk sekadar makan bersama teman atau rekan kerja. ”Saat itu ramai-ramainya buka bersama. Ditambah izin operasional yang bisa sampai 100 persen,” ungkapnya kepada Jawa Pos (6/5).
Itulah berkah tersendiri bagi para pengusaha kuliner Jatim. Apalagi, selama dua tahun terakhir, mereka benar-benar harus mengandalkan berjualan secara daring. Sebab, pemerintah masih sangat membatasi mobilitas masyarakat. Selama pandemi, 60 persen penjualan kafe dan restoran berasal dari pesanan digital.
Kendati meningkat, menurut Tjahjono, tren itu belum bisa mengembalikan portofolio bisnis seperti sebelum pandemi. Selama kebijakan PPKM diterapkan, kinerja industri kuliner terpangkas setengah. ”Saat gelombang Omicron awal tahun ini, kinerja kami kembali turun di bawah 50 persen,” jelasnya.
Dia menjelaskan, lonjakan selama Lebaran meningkatkan kinerja industri kuliner Jatim sampai ke angka 80 persen jika dibandingkan dengan kinerja 2019 alias sebelum pandemi.
Sementara itu, Innico Sjahandi menyatakan bahwa kinerja bakery pun menggeliat. Pengusaha roti itu menyebut momen Lebaran sebagai salah satu faktor yang mendongkrak penjualan. Terutama kue kering.
Selama pandemi, memang pemesanan parsel secara unit makin meningkat. Sebab, masyarakat tidak bisa mudik. Kini, meski jumlah parsel sedikit menurun, nilai per parselnya jauh meningkat. ”Yang biasa belanja parsel Rp 500 ribu kini bisa beli Rp 1 juta. Jadi, secara total, kinerja kami meningkat,” paparnya. (bil/c14/hep)