Siap Serap Lebih Banyak Jagung Lokal

- Senin, 9 Mei 2022 | 11:28 WIB

JAKARTA – Produksi jagung dalam negeri hampir bisa memenuhi kebutuhan industri. Khususnya industri pakan. Serapannya hampir 100 persen. Tapi, untuk industri pangan, serapannya masih sedikit. Karena itulah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung penyerapan produksi jagung di dalam negeri sebagai bahan baku industri.

Dengan meningkatkan serapan jagung, Kemenperin berusaha menjamin ketersediaan bahan baku industri pangan. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menuturkan bahwa langkah tersebut juga bertujuan mendongkrak produktivitas dan daya saing sektor agroindustri.

’’Kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri pakan saat ini mencapai 8 hingga 9 juta ton per tahun. Hampir 100 persen dari kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri,’’ ujar Febri (6/5).

Namun, kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri pangan yang mencapai sekitar 1,2 juta ton pada 2021 baru dapat dipenuhi sebanyak 7 ribu ton. Sementara itu, kebutuhan untuk 2022 diperkirakan meningkat menjadi sekitar 1,5–1,6 juta ton. Sebab, ada satu lagi industri pati jagung baru yang beroperasi di dalam negeri.

Febri mengatakan bahwa pasokan jagung dari dalam negeri untuk industri pangan terkendala persyaratan. Industri pangan sulit mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoksin di bawah 20 ppb (part per billion) dari pemasok dalam negeri.

’’Itu merupakan angka maksimum kandungan aflaktoksin dalam jagung yang dipersyaratkan untuk industri pangan. Sedangkan untuk bahan baku industri pakan, angka aflaktoksin maksimum 50 ppb,’’ jelasnya.

Aflatoksin adalah cemaran mikotoksin yang dihasilkan dari metabolisme Aspergillus flavus. Cendawan yang terkandung dalam biji jagung serta kacang-kacangan itu bersifat karsinogenik. Mengonsumsi aflatoksin dengan kadar berlebih dalam jangka waktu lama bisa berbahaya bagi kesehatan.

Amerika Serikat (AS) menetapkan kandungan aflatoksin total pada bahan baku pangan maksimum 20 ppb. Sementara itu, Uni Eropa (UE) memberlakukan aturan kandungan aflatoksin total yang lebih ketat pada produk pangan. Yakni, maksimum 4 ppb. Bahkan, untuk bahan baku susu formula malah dipersyaratkan bebas kandungan aflatoksin.

Di Indonesia, standar kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan maupun pakan diatur dalam SNI 8926:2020. Sebesar 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan. ’’Angka tersebut merupakan batas aman kandungan aflatoksin dalam jagung,’’ imbuh Febri.

Selain kandungan aflatoksin total, dalam SNI tentang jagung diatur pula kadar air maksimal. Itu juga merupakan salah satu syarat mutu penting yang diterapkan industri dalam memilih jagung sebagai bahan baku industri. Khususnya industri pangan.

Agar kadar aflatoksin totalnya di bawah 20 ppb, jagung hasil panen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yang tidak banyak kandungan uap air, seperti silo. Kendalanya, saat ini jumlah mesin pengering dan silo sangat terbatas. Karena itu, hasil panen jagung dari dalam negeri belum bisa diolah maksimal menjadi bahan baku yang sesuai kriteria industri pangan.

Kemenperin berupaya meningkatkan ketersediaan bahan baku bagi industri melalui program nilai tambah dan daya saing. Salah satunya adalah dengan memperbaiki rantai pasok di sektor industri makanan, hasil laut, dan perikanan. Juga, mengembangkan hilirisasi industri pati jagung yang bertujuan menyubstitusi impor.

’’Dengan meningkatkan kualitas pengolahan hasil panen jagung dalam negeri, kami harap penyerapan produk ke dalam rantai pasok industri makanan meningkat,’’ tandasnya. (dee/c7/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X