Rektor ITK: “Saya Tidak seperti yang Dituduhkan”

- Sabtu, 7 Mei 2022 | 20:58 WIB
Budi Santosa Purwokartiko
Budi Santosa Purwokartiko

Menuduh orang pakai penutup kepala seperti jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, sebagai manusia gurun adalah salah besar.

 

BALIKPAPAN-Unggahan status Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko di media sosialnya berbuntut panjang. Setelah diberhentikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) sebagai reviewer program Dikti maupun LPDP, dia kini dilaporkan ke polisi.

Jumat (6/5), Polda Kaltim menerima pengaduan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltim-Kaltara dengan terlapor Prof Budi Santosa Purwokartiko selaku Rektor ITK. Budi diadukan terkait unggahan status di akun media sosial (medsos) pada 27 April 2022 yang dinilai memicu kontroversi, lantaran diduga mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). “Kami sudah terima pengaduannya, masih diteliti,” ungkap Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yusuf Sutejo dikonfirmasi Kaltim Post.

Dari surat laporan pengaduan yang diterima media ini, selaku terlapor, Budi diduga melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Kami mengecam pernyataan rektor ITK. Tidak pantas seorang yang mestinya jadi pelita generasi bangsa justru membuat pernyataan rasis dan melanggar hukum,” ungkap Ketua KAMMI Kaltim-Kaltara Ahmad Imam Syamsuddin. Menurut Imam, pernyataan Budi tampak membeda-bedakan orang berdasarkan kepercayaannya. Lanjut dia, KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim tersinggung dengan perkataan yang disampaikan secara terbuka Budi di akun media sosialnya.

Padahal, berhijab adalah syariat Islam, yang mewajibkan para perempuan muslimah menutup kepala sebagai bentuk kepatuhan terhadap agama. Selain itu, terang Imam, tulisan Budi dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap mahasiswi dan seluruh perempuan di Indonesia. “Hari ini kami sudah masukkan laporan ke Polda Kaltim. Kami berharap laporan kami ditindaklanjuti demi menjaga kerukunan dan persatuan bangsa,” tuturnya. Dikonfirmasi terpisah, Budi enggan menanggapi laporan KAMMI Kaltim-Kaltara. “Maaf untuk sementara saya no comment, ya. Biar suasana adem (sejuk),” katanya kemarin sore.

Mengenai pernyataan di media sosial Facebook yang dianggap telah menyinggung umat Islam dan perempuan berkerudung, pria ramah ini mempersilakan masyarakat menilai. Namun, tuduhan rasisme yang dialamatkan kepadanya dibantah Budi.

“Silakan dituduh macam-macam. Tapi, saya tidak seperti yang dituduhkan. Silakan untuk memberi bukti,” ungkapnya. Diketahui, pada 27 April 2022 Prof Budi Santosa Purwokartiko membagikan pendapatnya tentang calon penerima beasiswa LPDP. Dia menggunakan istilah bernada rasialisme “manusia gurun” dalam menceritakan proses wawancara LPDP. "Jadi, 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa Barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi," ucap Budi melalui akun Facebook-nya. Konten itulah yang viral dan memicu kritik publik. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut bereaksi.

Melalui akun Twitter-nya, Mahfud MD menilai pernyataan yang disampaikan Budi tidaklah menunjukkan sikap yang bijaksana. “Me-muji2 sbg mhs/i hebat hny krn mereka tdk memakai kata2 agamis, “Insyaallah, qadarallah, syiar” sbgmn ditulis oleh Rektor ITK itu jg tdk bijaksana. Itu adl kata2 yg baik bg orng beriman, sama dgn ucapan Puji Tuhan, Haleluya, Kersaning Allah, dll,” tulis Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, Minggu (1/5).

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu melanjutkan, sejak 1990-an banyak sekali profesor di kampus besar seperti UI, ITB, UGM, IPB, yang tadinya tidak berjilbab menjadi berjilbab. Dia juga mencontohkan direktur utama Pertamina dan kepala Badan POM yang juga berjilbab. Menurut Mahfud, mereka pandai tetapi toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan dalam nasionalisme yang ramah. “Pakaian yg Islami itu adl niat menutup aurat dan sopan; modelnya bisa beragam dan tak hrs pakai cadar atau gamis. Model pakaian adl produk budaya. Maka itu menuduh orang pakai penutup kepala spt jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dll sbg manusia gurun adl salah besar,” lanjut Mahfud dalam akun Twitter-nya.

Sementara itu, akademikus Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Budi sama sekali tidak mencerminkan kualitas seorang terpelajar. Menurutnya, mereka yang kerap membangun argumentasi berdasarkan sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) adalah mereka yang berpikir dangkal. “Mencitrakan peradaban berdasarkan perbedaan biologis ras manusia, jelas merupakan tindakan rasis. Dan itu sangat disayangkan justru keluar dari mulut seorang guru besar sekaligus rektor, yang notabene pihak yang seharusnya berdiri tegak menentang rasisme,” sebutnya.

Jebolan magister hukum UGM Jogjakarta itu melanjutkan, meski menghargai perbedaan pendapat selalu digaungkan, tetapi tidak ada ruang bagi mereka yang rasis. “Sebab pernyataan rasis adalah tanda mereka yang terbelakang, mereka yang justru tidak menghargai peradaban,” katanya.  Dia turut menyayangkan pernyataan yang seolah-olah mengasosiasikan mahasiswa yang suka demo sebagai mahasiswa ber-IP rendah, bermasalah, dan bermasa depan suram. Ditegaskan Herdiansyah, ini jelas pernyataan yang tidak pantas dan tendensius, yang terkesan mengerdilkan mahasiswa yang suka demo sebagai manusia rendahan dalam derajat akademik.

“Pernyataan ini jelas buta dan tuli terhadap makna kebebasan berpendapat. Padahal dari demonstrasilah, sikap kritis mahasiswa ditempa. Dididik menjadi manusia yang memegang teguh prinsip, buka menjadi manusia pembebek yang hanya pandai menjilat dan mengejar jabatan,” ungkapnya. Sementara itu, dikutip dari laman https://itk.ac.id/, Prof Budi Santosa Purwokartiko menjabat sebagai rektor ITK untuk periode 2018-2022. Pria kelahiran Klaten, 12 Mei 1969 itu menyelesaikan pendidikan sarjananya di Institut Teknologi Bandung pada 1992, lalu meraih gelar master dan doktor di University of Oklahoma, Amerika Serikat. (riz/k16)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X