Warisan Budaya Tak Benda Bernama Galendo, Dulu Dipawaikan dan Ada di Meja Konferensi Asia-Afrika

- Jumat, 6 Mei 2022 | 16:41 WIB
Lia memasukkan Galendo ke dalam kemasan.
Lia memasukkan Galendo ke dalam kemasan.

Galendo kudapan khas Ciamis berbahan dasar kelapa. Namun, mencari galendo kini tak semudah dulu, termasuk di wilayah asalnya.

 

SAHRUL YUNIZAR, Ciamis

 

SAMPAI dengan beberapa tahun lalu, masih banyak dijumpai produsen galendo di Kelurahan Cigembor, Kabupaten Ciamis. Lia, salah seorang pembuat, masih ingat betul kampungnya rutin mengadakan acara tahunan bertema galendo.

Dia dan pembuat galendo lainnya pawai keliling kampung sambil membawa aneka kreasi mereka. Tapi, sekarang, jangankan pawai, produsen galendo pun bisa dihitung jari. Di Cigembor, hanya Lia dan suaminya, Nana, yang masih memiliki pabrik kudapan tersebut.

Jawa Pos bertemu dengan Lia dan Nana pada Jumat pertengahan bulan (15/4) lalu. Kami singgah di sela-sela perjalanan menyusuri jalur mudik di selatan Jawa. ’’Dulu masih ada 17 pabrik di Cigembor, sekarang tinggal punya saya,’’ ungkap Lia menggunakan bahasa Sunda.

Cigembor merupakan sentra pembuatan galendo. Letaknya tidak jauh dari pusat Kota Ciamis, Jawa Barat. Awalnya masyarakat setempat membuat galendo untuk konsumsi pribadi. Tidak diproduksi massal apalagi dijual.

Alasannya sederhana, bahan baku galendo di Cigembor melimpah. Kelapa adalah bahan utamanya. Secara sederhana, galendo diolah dari kelapa yang tidak terlampau muda dan tidak terlalu tua.

Cara mengolahnya juga mudah. Setelah dikupas, kelapa diparut kemudian diperas sampai benar-benar kering. ”Dulu semua pakai tangan dan kaki, sekarang pakai mesin,” ucap Lia.

Lantaran rumah dan pabrik galendo milik Lia menjadi satu, kami bisa melihat langsung pabrik tersebut. Letaknya berada di bagian belakang rumah. Berdekatan dengan dapur milik Lia dan keluarganya. Di tempat pembuatan galendo itu, ada mesin parut kelapa, mesin pres, dan tungku.

Di samping tempat pengolahan galendo tersebut, Lia menyimpan stok kelapa. Saat kami datang, jumlah kelapa yang tersedia sangat banyak. Meluber sampai ke luar pabrik. ”Kebetulan lagi banyak memang kelapanya,” kata Lia.

Bersama suaminya, sudah lebih dari 25 tahun Lia memproduksi galendo. Keduanya memilih bertahan meski produsen galendo yang lain tumbang satu per satu. Bukan karena galendo yang mereka buat bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah dalam jumlah banyak. Tapi, lebih karena penganan tersebut sudah jadi warisan turun-temurun. Dari kakek-nenek sampai kedua orang tuanya. Galendo pula yang selama ini membantu menopang kebutuhan keluarganya.

Belum lama galendo dijadikan sebagai warisan budaya tak benda oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, kabar itu tidak sampai ke telinga Lia. Yang dia tahu hanya membuat galendo setiap ada pesanan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X