MANILA – Pemilihan presiden Filipina hanya tinggal menghitung hari. Namun, ada satu sosok yang kiprahnya menarik perhatian publik internasional. Dia adalah calon presiden Ferdinand Marcos Jr. Namanya, hampir sama persis dengan sang ayah, Ferdinand Marcos Sr, yang dikenal sebagai diktator Filipina.
Mariel Ramirez, 35, merupakan salah seorang warga Filipina yang turun ke jalan. Dia menolak pencalonan Marcos Jr. Kehadiran Bongbong, sapaan akrab Marcos Jr, dianggap membawa petaka. ’’Kami ingin perubahan. Kepresidenan Marcos justru akan membawa Filipina kembali ke masa lalu terburuk,’’ paparnya kepada The Guardian, Rabu (4/5).
Wajar jika Ramirez waswas terhadap sosok Marcos Jr. Sang ayah kabur dari Filipina dengan kekayaan senilai USD 15 juta (Rp 216 miliar) 36 tahun lalu. Itu hanya secuil jika dibandingkan dengan estimasi aset presiden ke-10 Filipina itu yang mencapai 8 miliar poundsterling.
Saat itu Marcos dan keluarga didepak dari negara dalam gerakan revolusi People Power akibat penyalahgunaan kekuasaan. Bagaimana tidak, Marcos Sr memberlakukan martial law selama 9 tahun. Dalam periode tersebut, 3.240 warga meninggal dan puluhan ribu lainnya disiksa di penjara. ’’Integritas (Marcos Jr) memang layak dipertanyakan,’’ kata Josie Loyola, 70. Dia tak mau pemerintah Filipina menerapkan kembali aturan tersebut.
Setelah kembali dari pengasingan, keluarga Marcos terus berupaya mengubah citra keluarga mereka. Upaya itu tampaknya berhasil. Pada 2016, Marcos Sr diberikan upacara pemakaman ala pahlawan atas rekomendasi Presiden Rodrigo Duterte. Kini, dalam polling pilpres yang dilakukan Pulse Asia, 56 persen pemilih menyatakan bakal memilih Marcos Jr.
Celica Inductivo, 35, mengaku akan mendukung Bongbong di hari pemilihan. Dia merasa kejahatan sang ayah tidak akan menurun ke anaknya. ’’Dia tak pernah marah dengan kritik yang dilancarkan masyarakat,’’ ucapnya.
Salah satu kebijakan Marcos yang menarik minat masyarakat adalah soal energi. Yakni, revitalisasi proyek pembangkit listrik tenaga nuklir. Menurut dia, proyek yang sempat terbengkalai itu menjadi solusi yang tepat untuk masalah energi di Filipina. (bil/c18/bay)