"Manusia Gurun" dan Pendidikan Nasional Kita

- Jumat, 6 Mei 2022 | 13:29 WIB

Oleh : Imran Duse*

 

DI PENGUJUNG Ramadan lalu, tatkala kumandang takbir, tahlil, dan tahmid bergema menguncup cakrawala, warganet terkesiap oleh status facebook Budi Santosa Purwokartiko (BSP), guru besar yang juga Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan.

Tangkapan layar dari tulisan 241 kata itu pun lekas viral hingga menuai kecaman publik. Di situ, BSP menyajikan pengalamannya sebagai pewawancara 14 mahasiswa (12 di antaranya perempuan) yang mengikuti program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Perhatian warganet mengental saat BSP menunjukkan kekaguman kepada 12 mahasiswi itu: “tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju…… bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.”

BSP juga menggarisbawahi, bahwa di antara mereka, “tidak ada satu pun yang hobi demo”. Mereka pun “tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati.” Dan, “pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagaianya” (prokal.co, 1/5/2022).

Tak ketinggalan, sejumlah pejabat publik merespon tulisan yang memicu kegaduhan itu. Menkopolhukam Mahfud MD bahkan berkomentar cukup keras: “salah besar”. Sementara Ketua Komisi VIII DPR-RI, Yandri Susanto, menganggapnya keterlaluan dan meminta Menristek mencopot dari jabatannya sebagai rektor. Dikarenakan telah “memupuk kebencian dan berbau SARA.”

Hal memilukan, ialah hingar-bingar tersebut terjadi di tengah peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei 2022 (yang juga bertepatan dengan 1 Syawal 1443-H, di mana umat Islam merayakan Idul Fitri).

Dan hanya berselang sebulan setelah Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 15 Maret diperingati sebagai International Day to Combat Islamophobia (Hari Internasional untuk Memerangi Islamophobia).

Resolusi PBB tersebut diadopsi melalui persetujuan 193 negara (tentu saja termasuk Indonesia). Dan ini mengingatkan resolusi tahun 1981 yang menyerukan “penghapusan segala bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan.”

Seruan itu menunjukkan gagasan mengekang Islamophobia telah tumbuh menjadi suatu keprihatinan kolektif. Masyarakat internasional bahkan memberi perhatian dan mendorong semua pihak meningkatkan kesadaran untuk memerangi Islamophobia.

Pendidikan Nasional

Selain karena diksi yang berbau rasis dan terkesan Islamophobia, berjibun cercaan netizen nampaknya juga karena narasi itu diucapkan seorang guru besar (dan Rektor PTN). Di mana selaiknya justru mengagih energi positif demi menuntun perjalanan bangsa yang –entah kenapa— sangat berarti bagi kita.

Dalam catatan perjalanan itu, dunia kampus sejatinya adalah penjaga moral bangsa. Dunia pendidikan (termasuk lingkungan pesantren) semenjak awal mengawal keberadaban kehidupan kebangsaan kita. Karena itulah, pembahasan (Rumusan) Undang-Undang senantiasa bersandar pada naskah akademik yang umumnya datang dari kampus.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X