Prahara Rektor ITK

- Minggu, 1 Mei 2022 | 19:46 WIB
Budi Santosa P
Budi Santosa P

Catatan Rizal Effendi

 

CUITAN Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Ir Budi Santosa Purwokartiko, MS, PhD viral di mana-mana. Kebanyakan menghujat guru besar ini karena yang disampaikannya dianggap menyentuh masalah peka, terutama terkait agama Islam dalam sisi yang kurang pas. Tidak sekadar dihujat, Rektor ITK bakal menghadapi berbagai konsekuensi, mulai tuntutan dicopot dari jabatannya sampai pengaduan ke wilayah hukum.

Seperti sudah diketahui, Prof Budi menulis di facebook pribadinya tentang  hasil wawancaranya dengan beberapa mahasiswa yang mendapatkan kesempatan belajar di luar negeri melalui program LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

LPDP memberikan beasiswa atau memberikan pembiayaan studi untuk anak-anak yang sudah menyelesaikan pendidikan S1/D4 atau S2 dan ingin melanjutkan pendidikan pada program magister atau doktoral di perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri.

Rektor Budi memuji anak-anak yang ditemuinya pintar-pintar dengan IP S1-nya rata-rata di atas 3,5. Yang jadi soal ada hal-hal yang dinyinyirnya. Misalnya dia bilang itu anak-anak yang tidak suka demo dan tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insyaallah, barakallah, syiar, qadarullah dan sebagainya.

Dari 12 mahasiswi yang diwawancarainya, Prof Budi juga mengatakan tidak ada satu pun di antaranya menggunakan penutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open-minded, mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa Barat, dan USA, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.

Lalu Rektor ITK ini berharap para mahasiswa LPDP tersebut tidak masuk dalam lingkungan orang-orang yang menyembah Tuhan, tapi lupa pada manusia. Ingin cepat masuk surga, tapi kalau sakit tetap cari dokter dan minum obat serta menggunakan KPI langit sementara urusannya masih hidup di dunia.

Kontan komentarnya itu mendapat serangan di mana-mana. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai unggahan Rektor ITK Budi Santosa melecehkan norma agama. Karena itu ia meminta Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengambil tindakan. “Sebagai seorang rektor memang mengejutkan karena sangat semberono membuat unggahan yang layak dinilai proaktif, rasis, bahkan melecehkan norma agama. Sebaiknya Mendikbudristek mengambil langkah strategis, sebab ini sudah masuk ke ranah hukum,” kata Fikri kepada wartawan, Sabtu (30/4).

Diberitakan www.prokal.co, Budi akhinya mencoba mengklarifikasi. Dia menjelaskan, postingan tersebut dia buat setelah mewawancarai calon peserta student mobility.Ia mengaku cukup terkejut saat proses wawancara. Sebab, dari 14 peserta yang dia wawancarai, didominasi kaum hawa dengan jumlah 14 mahasiswi. “Nah biasanya kan anak-anak kita yang memasuki usia mahasiswa itu kan mulai pakai kerudung ya. Lah ini kebetulan kok enggak ada yang berkerudung semua. kok ya seperti mahasiswa zaman dulu ya. Saya cukup surprise loh, ini liat anak-anak cukup mengejutkan. Makanya saya nulis itu,” kata dia.

Budi meneruskan, semangat dalam tulisan tersebut adalah karena seluruh peserta punya kemampuan akademik mumpuni alias pintar, dengan indeks prestasi (IP) mencapai 3,8 dan 3,9. Begitu juga dengan Bahasa inggris peserta yang dia nilai sangat lancar. Budi menyebutnya cas cis cus, sebagai gambaran lancarnya bahasa inggris para peserta ini. Apa yang ditunjukkan mahasiswi-mahasiswi ini, sebut Budi, pasti membuat orang tua kagum. Apalagi, semuanya open minded. 

Soal penggunaan kalimat tidak ada yang menggunakan kerudung ala manusia gurun yang kemudian jadi masalah. Budi mencoba meluruskan. Ia menyebut pemilihan kalimat itu sejatinya untuk menggambarkan kondisi orang timur tengah yang banyak, pasir, angin, panas sehingga harus menggunakan penutup kepala.

“Ya gaya anak-anak muda seperti dulu. Di situ saya tidak ada kata-kata bahwa yang menggunakan kerudung saya akan nilai jelek, tidak ada. Saya ngomong seperti itu, sama sekali tidak ada. Saya hanya menceritakan bahwa kebetulan dari 12 itu tidak ada yang pakai kerudung,” kata dia.  

Di sisi lain, Budi juga sadar bahwa postingannya menuai prokontra. Dia menilai, itu merupakan konsekuensi bahasa tulis. Dia juga paham, persepsi orang bakal berbeda-beda. “Saya hanya menyayangkan ada yang memberi pengantar seakan-akan saya tidak adil dan diskriminatif. Ini saya sangat menyayangkan,” lanjut dia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X