TANA PASER - Banjir yang terjadi belakangan ini di Kabupaten Paser, ditengarai karena degradasi lingkungan. Beberapa titik yang sebelumnya tidak pernah banjir, kini mulai terendam seperti di Jalan Pangeran Menteri Kelurahan Tanah Grogot.
LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim Yohana Tiko mengungkapkan hal ini disebabkan karena 49 persen wilayah Paser telah dikuasai perizinan konsesi. Mulai dari aktivitas perkebunan sampai galian pertambangan. Perkebunan kelapa sawit mendominasi 29 persen, kehutanan 11 persen, dan sisanya pertambangan 9 persen.
"Makanya tidak heran dengan bencana ekologis. Sudah terjadi deforestasi di hulu," kata Yohana, Rabu (27/4) saat berdiskusi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Paser.
Selain itu untuk di hilir, dia membeberkan perkebunan kelapa sawit jadi sumbangsih besar hilangnya daerah resapan air. Sehingga berdampak pada banjir yang lebih banyak titiknya ketimbang dari tahun sebelumnya. Menurutnya harus ada kolaborasi pemerintah daerah dan pusat. Sangat minim daerah konservasi di Paser.
Walhi menilai Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Teluk Adang sudah rusak parah. "Bupati sebagai kepala daerah harus menegur jika ada perusahaan tidak komitmen Paser cuma dua daerah konservasi. Di hulu harus ada perlindungan. Jangan semua dibuat investasi hti dan HPH. Perlu ada buffer zone. Das Kandilo Telake dan Adang rusak parah. Bupati harus menegur jika perusahaan tidak komitmen. Pola perizinan harus diubah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Paser Achmad Safari mengatakan perlu forum yang lebih besar untuk membahas serius tentang lingkungan di Paser. Jika selama ini ada komunitas Masyarakat Peduli Api, perlu juga Masyarakat Peduli Lingkungan. "Tiap kades harus menginisiasi membentuk forum ini," kata Safari. Rencananya forum besar ini akan dihelat 11 Mei 2022 jika tidak ada halangan. Makin luasnya areal perkebunan kelapa sawit juga diduga jadi penyebab banjir di beberapa wilayah. Metode penanaman konvensional memberikan dampak besar terhadap lingkungan. (rdh)
M NAJIB
najibkppaser@gmail.com