Peringatan Hari Bumi, Rawat Bumi, Bukan Oligarki..!!

- Sabtu, 23 April 2022 | 11:41 WIB
Aktivis dalam Hari Bumi.
Aktivis dalam Hari Bumi.

SAMARINDA-Paradigma pembangunan di Indonesia selalu menempatkan garis-garis pengelolaan lingkungan hidup dan kekayaan alam yang adil dan lestari hanya sampai pada tataran pemuas hasrat konsumsi ekonomi kotor kapitalistik dan kepentingan ego sektoral saja.
Di dalam paradigma pembangunan investasi yang kejam seperti ini, hak-hak masyarakat, aspek sosial dan keelokan atau tata cara dalam mengelola sumber daya alam akan diabaikan dan ditindas dengan cara-cara yang kasar dan keji.

Instrument hukum dan kebijakan, penggunaan kewenangan, alasan pemerataan ekonomi dan peningkatan taraf hidup, perlibatan dan persetujuan masyarakat yang sebetulnya minim, berbagai konsep hebat dan mapan lainnya selalu dijadikan alat dan senjata oleh para penguasa negara, para bandit, untuk merampas tanah, air, udara, serta kemelimpahan alam.

Sementara manipulasi, tipu-menipu, kriminalisasi, pengancaman, penculikan, paksaan, serta sederet kekejaman lainnya di pakai oleh para penguasa negara untuk memuluskan rencana perampasan sumber dan wilayah kelola masyarakat tersebut.

Yohana Tiko, Direktur ED Walhi Kaltim menjelaskan, Kalimantan Timur adalah bumi yang sudah kotor dan penuh polutan, 73% dari total luas kawasannya telah dibebani oleh perizinan ekstraktif. “Ada 1,32 Juta Hektar luas perkebunan sawit dengan 332 Korporasi yang mencaplok wilayah ini. Kemudian ada 5,3 Juta Hektar lahan tercaplok untuk keperluan energi kotor pertambangan batubara serta sisanya yakni seluas 4,8 Juta Hektar dicaplok untuk konsesi HPH dan HTI,” beber dia lewat rilis ke media ini.

Penggusuran lahan adat di Desa Long Bentuq, penggusuran lahan pertanian warga di 3 Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, konflik lahan antara masyarakat dengan Perusahaan HTI di Desa Lebak Cilong, sengketa lahan adat Suku Dayak di Desa Jembayan dengan pertambangan batubara, serta 52 konflik tanah lainnya, disebut Tiko menjadi bukti bahwa betapa tidak beresnya kinerja Pemerintah atas tata kelola sumber daya alam di Kalimantan Timur.

Seakan tidak puas atas gencarnya serbuan arus perampokan dengan dalih investasi dan pelum pulihnya kondisi ekologis yang ada. Pemerintah Indonesia, para bandit, kembali menghadirkan beban baru pada lingkungan hidup dan masyarakat Kalimantan Timur melalui pembangunan Ibu Kota Baru.

Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Samarinda, mengingatkan bahwa penerbitan kebijakan yang tidak diawali dengan prinsip keadilan hanya akan menjadi sumber konflik. Sejak awal, penetapan Pemindahan Ibu Kota Baru ke Kalimantan Timur sudah mengabaikan suara dan hak masyarakat adat serta masyarakat lokal yang ada di Kalimantan Timur. Terlebih suara masyarakat asli yang nantinya wilayah mereka akan dibongkar untuk pembangunan Ibu Kota. (hul)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X