
Pemkot kian serius perihal rencana penertiban Pertamini di toko-toko kelontong yang kian marak jumlahnya. Pasalnya, selain karena ukuran yang belum pasti, alasan keamanan penggunaan pelayanan bahan bakar minyak (BBM) dengan mesin khusus. Pasalnya, alat tersebut tidak sesuai SOP yang berlaku.
SAMARINDA–Wali Kota Samarinda Andi Harun langsung memimpin rapat menghadirkan OPD terkait hingga PT Pertamina Patra Niaga di Balaikota Samarinda, Kamis (21/4). Dalam agenda itu, turut membahas rencana pembatasan penjualan solar bersubsidi melalui sistem fuel card.
Andi Harun mengatakan, berkaitan dengan penjualan solar, dia menilai, PT Pertamina tidak betul-betul serius menghadapi permasalahan yang terjadi di Kota Tepian. Antrean truk yang membeli solar di beberapa ruas jalan, sering membuat kemacetan. Bahkan hingga kini belum ditangani, termasuk ada beberapa peristiwa terkait warga meninggal lantaran menabrak antrean truk yang mengular hingga ke badan jalan itu. “Lurah kami juga ada yang celaka akibat antrean yang mengular. Kami berharap solusi yang tepat, bukan sekadar presentasi-presentasi program tapi tidak menyelesaikan masalah,” ucapnya, Kamis (21/4).
Tidak hanya itu, politikus Gerindra itu menyoroti maraknya aktivitas Pertamini yang hampir ada di setiap ruas jalan, padahal perangkat tersebut ilegal. Masalahnya, BBM yang diperdagangkan adalah produk dari Pertamina yang dipastikan diperoleh dari SPBU. “Kami siap jika Pertamina minta landasan hukum apa saja. Tetapi ke depan masalah itu harus diselesaikan,” tegasnya.
Terpisah, ditemui setelah rapat, Sales Branch Manager Retail 2 Kaltimut Pertamina Patra Niaga Muhammad Rizal menceritakan, jatah jenis BBM tertentu (JBT) khusus solar mengalami penurunan dari 50.375 kiloliter pada 2021, kini hanya 48.002 kiloliter dengan realisasi penyaluran hingga 14.361 kiloliter per 17 April lalu. “Kekurangan itu merupakan porsi yang diberikan BPH Migas kepada daerah berdasarkan usulan yang menyesuaikan kondisi keuangan nasional,” ujarnya.
Dia menerangkan saat ini khusus solar, sudah diberlakukan sistem pembelian menggunakan fuel card. Agar bisa efektif, perlu surat pernyataan dari pemerintah daerah sebagai bahan laporan ke BPH Migas. “Saat ini sekitar 7.500 truk teregistrasi. Dengan sistem itu, pembatasan pembelian per hari bisa dilakukan,” ucapnya.
Sementara itu, mengenai keberadaan Pertamini, pihaknya sama sekali tidak mengakui perangkat itu, sehingga bisa ditegaskan bahwa itu adalah ilegal. Namun, untuk penertiban diperlukan kerja sama lintas sektoral, sebagai sesuai arahan pemkot dengan membentuk tim satgas khusus menangani masalah tersebut.
“Selama ini kami sudah mencegah dengan melarang SPBU melayani pembelian menggunakan jeriken dengan pengecualian untuk pertanian,” ujarnya. “Tapi untuk kendaraan bertangki besar tanpa modifikasi, kami tidak bisa melarang pembelian, asal sudah mendata beberapa pelat nomor yang terindikasi melakukan pembelian berulang. Data itu sudah diserahkan ke Dinas Perhubungan Samarinda selaku pihak berwenang menertibkan,” sambungnya.
Kembali ke Andi Harun, mengenai landasan hukum, dalam rangka distribusi solar maupun rencana penertiban aktivitas Pertamini, pihaknya tengah menyusun untuk dibuatkan perwali khusus. “Semoga ke depan tidak ada lagi warga kami yang jadi korban akibat antrean truk di depan SPBU,” tutupnya. (dra/k8)
DENNY SAPUTRA
@dennysaputra