Jangan Main-Main, Sekarang Catcalling Bisa Dipidana

- Jumat, 22 April 2022 | 11:08 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Para perempuan harusnya bisa semakin lega dengan telah disahkannya Undang-undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Berbagai macam bentuk kekerasan seksual kini jelas payung hukumnya dibawah UU yang telah diusulkan sejak 10 tahun lalu tersebut.

Salah satunya, mengenai pelecehan seksual nonfisik. Yakni segala pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. Berdasarkan Pasal 5 UU TPKS, pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara. Pelaku juga bisa pidana denda paling banyak Rp 10 juta.

Dulunya, jenis kekerasan ini seringkali luput dari upaya penegakan hukum. Alasannya, tak ada bukti yang dapat menguatkan. Sehingga, kerap kali perempuan harus menelan mentah-mentah pelecehan non fisik yang mereka dapatkan. Padahal, jenis pelecehan ini juga menimbulkan trauma bagi sebagian perempuan. Misalnya, catcalling.

”Sekarang kesaksian korban sudah dapat menjadi bukti,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad, kemarin (20/1).

Menurutnya, pelaku tindak pelecehan seksual ini tak cukup hanya mendapat teguran saja. Karena, tak menimbulkan efek jera. Sehingga, bisa saja pada waktu yang lain pelaku akan melakukan hal yang sama pada perempuan lain.

Kasus lainnya ialah kekerasan seksual berbasis elektronik. Meski masuk dalam kategori delik aduan, minimal kini perempuan bisa lebih terlindungi. Dalam UU ini, pelaku bisa terancam pidana penjara paling lama 4 tahun bila dengan sengaja melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik.

 

Diakuinya, masih banyak kasus-kasus lainnya yang sekarang bisa ditangani dengan menggunakan UU TPKS ini. Mengingat, sebelumnya, dalam KUHP sangat terbatas bentuk kekerasan seksualnya yang diatur di dalamnya. Sementara, dalam UU ini pelecehan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik kini sudah termasuk tindak pidana. ”UU TPKS mengatur perbuatan kekerasan seksual yang sebelumnya bukan tindak pidana atau baru diatur secara parsial,” katanya.

 

Dia menjelaskan, pada UU TPKS ini memiliki enam kunci dasar pemikiran payung hukum yang komprehensif dalam perlindungan perempuan. Yakni, Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pemidanaan baik berupa sanksi dan tindakan, hukum acara khusus yang menghadirkan terobosan hukum acara yang mengatasi hambatan keadilan bagi korban, mulai dari restitusi, dana bantuan korban, pelaporan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Lalu, penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu. Kemudian, pencegahan, peran serta masyarakat dan keluarga, serta pemantauan yang dilakukan oleh menteri, lembaga nasional ham dan masyarakat sipil.

Sementara itu, Anggota DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, UU TPKS adalah hadiah untuk Hari Kartini. Pengesahan RUU TPKS menjadi UU merupakan perjuangan perempuan Indonesia. "Pembahasannya panjang. Banyak perdebatan, tapi akhirnya disahkan," terang dia.

Menurut dia, pembahasan UU TPKS menumbuhkan kesadaran publik terhadap tindak pidana kekerasan seksual. Selama ini, masalah itu dianggap masalah pribadi, dan memalukan jika dibuka ke publik. Akhirnya para korban tidak berani melapor, dirahasiakan, disimpan sendiri, sehingga banyak korban yang tertekan, depresi, stress, bahkan ada yang mencoba bunuh diri.

Selain menumbuhkan kesadaran publik, UU TPKS juga mengubah kultur yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka. Keterbukaan dalam melaporkan tindak kekerasan seksual merupakan sesuatu yang baru dari UU tersebut. "Dan juga pendekatan hukum yang juga berbeda," ucapnya.

Wakil Ketua Komisi VIII itu berharap pemerintah meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi korban tindak pidana kekerasan seksual. Baik melalui pendidikan, pencegahan, pemantauan, dan pendampingan. "Bukan hanya bagi perempuan, tapi juga laki-laki. Karena laki-laki ada yang menjadi korban kekerasan seksual," terangnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X