Pendelegasian Kewenangan Perizinan Minerba ke Daerah Kurang Gereget

- Jumat, 22 April 2022 | 10:53 WIB
ilustrasi tambang ilegal
ilustrasi tambang ilegal

Selain tambang ilegal yang menjamur ketika izin ditarik ke pusat, pemprov mengeluhkan pembagian dana bagi hasil minimal 40 persen tidak diakomodasi.

  

SAMARINDA-Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 dinilai belum benar-benar menjawab persoalan di Kaltim soal batu bara. Sebaliknya, ketentuan itu lebih banyak membahas pendelegasian kewenangan pusat ke daerah terkait tambang jenis galian C. Hal tersebut diamini Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christiannus Benny. Selain soal galian C, Benny juga mengiyakan jika dalam perpres itu, terkait pertambangan batu bara hanya berkaitan delegasi pengawasan dan pembinaan.

Walau demikian, terkait risiko Perpres 55/2022 yang disebut bisa membuka ruang pelegalan tambang-tambang koridor, Benny menampiknya. "Sebaiknya tak perlu berasumsi yang lain-lain," kata Benny kepada Kaltim Post, Rabu (20/4). Hal lain yang dirasa pada Perpres 55/2022 belum menjawab keluh kesah pemerintah daerah terkait tambang adalah perizinan masih tetap harus berproses ke pusat. Demikian juga pembagian dana bagi hasil (DBH) tambang buat Kaltim minimal 40 persen, belum diakomodasi.

Sebelumnya, di hadapan anggota Panitia Kerja (Panja) Illegal Mining Komisi VII DPR RI pekan lalu, Gubernur Kaltim Isran Noor menyampaikan, menjamurnya pertambangan ilegal justru ada setelah adanya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Mantan bupati Kutai Timur (Kutim) itu melanjutkan, menjamurnya tambang ilegal di Kaltim karena semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat. Bahkan untuk pengawasan pun, daerah tidak mendapat ruang.

"Saat ada perubahan UU 23 Tahun 2014, masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi setelah UU ini (UU Nomor 3 Tahun 2020), semuanya selesai," ucapnya. Semestinya, lanjut dia, pengawasan harus terintegrasi. Provinsi diberi kewenangan mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Diakuinya, selama ini, pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak dengan praktik tambang ilegal. "Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan rusaknya lingkungan dan infrastruktur. Dana bagi hasil yang kembali ke daerah pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu. Hampir semua jalan negara, provinsi, dan kabupaten kota rusak. Kurang lebih seperti ombak lautan Pasifik," ungkapnya.

Sementara itu, dari kacamata Jaringan Advokasi Pertambangan (Jatam) Kaltim, Perpres 55/2022 bukanlah solusi dari persoalan batu bara di provinsi ini. Menurut Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, perpres yang berlaku efektif pada 11 April 2022 bisa jadi pelipur lara Pemprov Kaltim, tapi tidak menjawab persoalan daya rusak tambang yang kian meluas. "Secara substansi enggak membahas, soal partisipasi publik khususnya kontrol dan pengawasan," kata Rupang kemarin. Padahal, sambung dia, partisipasi publik dalam kontrol dan pengawasan juga hal penting.

Selain itu, tidak ada hak veto rakyat atas rencana aktivitas tambang di wilayahnya. Padahal, yang bakal terdampak langsung adalah masyarakat lokal. Bukan pemangku kepentingan yang berkantor di Jakarta. "Peran pemprov hanya administratif, tidak ada kewenangan memberikan sanksi, baik administratif maupun pidana atas pelanggaran perusahaan," ungkapnya. Padahal, dengan kewenangan sanksi, baik administratif ataupun pidana, bisa bertindak cepat dan efektif. Mengingat pemerintah daerah juga yang langsung melihat kasus.

"Pendelegasian hanya pada pemprov, tidak bisa didelegasikan kepada pemkot/pemkab. Masih jauh masyarakat untuk melapor jika terjadi kasus pencemaran dan pengerusakan lingkungan hidup di desa atau kampungnya. Apalagi wilayah yang secara geografis jauh seperti kabupaten Paser, Berau, Kubar dan Mahulu," jelasnya. Sedangkan, terobosan soal penerbitan sertifikat semacam standar operasional, berpotensi menjadi ruang korupsi baru. Karena itu, menurutnya perpres tersebut bukanlah solusi.

Dari naskah Perpres 55/ 2022 yang diterima Kaltim Post, sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi terkait pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batu bara. Meliputi pemberian sertifikat standar kegiatan konsultasi dan perencanaan usaha jasa pertambangan di bidang penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi pertambangan, pengangkutan, lingkungan pertambangan, reklamasi dan pascatambang, keselamatan pertambangan atau penambangan.

Selanjutnya, pemberian IUP penanaman modal dalam negeri untuk komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan dengan ketentuan berada dalam satu daerah provinsi atau wilayah laut sampai 12 mil laut. Termasuk urusan surat izin penambangan batuan (SIPB), izin pertambangan rakyat (IPR), izin pengangkutan dan penjualan komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan komoditas batuan. Dari sisi pengawasan, gubernur diperintahkan wajib menindaklanjuti dalam bentuk pembinaan atau pemberian sanksi administratif.

Dalam konferensi persnya tiga hari lalu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sugeng Mujiyanto mengatakan, Perpres 55/2022 sudah dirancang lebih dari setahun dan terbit pada 11 April 2022. Yang dimaksud pendelegasian dalam perpres tersebut, ucap dia, penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah provinsi, dalam rangka pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batu bara

Kewenangan yang didelegasikan meliputi pemberian sertifikat standar, khususnya kegiatan konsultasi dan perencanaan usaha jasa pertambangan. "Semacam SOP (standar operasional), ataupun RKAB yang diberikan kepada badan usaha. Nanti bisa diberikan kawan-kawan dari provinsi," kata dia. Selain itu, pemerintah daerah nanti bisa memberikan izin. Pemberian izin yang menjadi otoritas pemerintah daerah adalah IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeri berupa komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan.

Dengan ketentuan berada dalam satu daerah provinsi atau wilayah laut sampai 12 mil. Kewenangan izin berikutnya adalah pemberian surat izin penambangan batuan (SIPB), izin pertambangan rakyat (IPR), izin pengangkutan dan penjualan untuk komoditas mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X