Sabetan celurit dua kali mendarat di tangan kanannya. Punggungnya juga dua kali tersabet samurai. Beruntung, dia tak terluka. Hanya memar dan bajunya sobek. ”Itu sambil saya berteriak minta tolong. Tapi, tidak ada satu pun warga yang datang,” tutur Murtede kepada Lombok Post (14/4).
Duel melawan empat pembegal pada Sabtu (9/4) tengah malam lalu di jalanan Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah (Loteng), Nusa Tenggara Barat, itulah yang mengawali hari-hari penuh drama menegangkan bagi pria 34 tahun tersebut. Dia berhasil menewaskan dua pembegal dalam upaya membela diri, tapi malah kemudian ditersangkakan oleh Polres Loteng, sebelum akhirnya mendapat penangguhan penahanan.
Murtede menyatakan, yang ada di pikirannya pada momen-momen gawat itu hanya melindungi diri dan motor Honda Scoopy miliknya yang hendak direbut para pembegal. ”Lebih baik saya melawan daripada mati konyol,” kata ayah dua anak warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, itu. Pria dengan nama lahir Amaq Sinta itu keluar dari tahanan Polres Loteng kemarin pukul 13.00. Dia dijemput istri dan kepala desa Ganti.
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar menilai langkah hukum yang dilakukan kepolisian dalam kasus Murtede tersebut tidak etis. Sebab, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur mengenai tindakan pembelaan diri tersebut.
Pasal 49 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan tindakan membela diri karena ada serangan atau ancaman serangan tidak dipidana. Sementara itu, pasal 49 ayat (2) KUHP menegaskan tentang pembelaan diri luar biasa yang tidak dipidana. Pembelaan itu dilakukan karena keguncangan jiwa yang hebat akibat serangan atau ancaman serangan. ”Membela diri itu tidak dapat dihukum,” jelasnya kepada Jawa Pos (14/4).
BAP yang runtut dan jelas itu akan membantu korban begal dalam mencari keadilan di pengadilan. Kelak BAP itu juga bisa menjadi landasan kuat bagi hakim dalam menentukan putusan. ”Karena saya lihat, polisi (ingin) menyerahkan tanggung jawab atas kematian pembegal itu kepada pengadilan (hakim, Red),” ujarnya.
Murtede kini lega bisa berkumpul kembali bersama keluarga. Tapi, di sisi lain, dia juga cemas karena statusnya masih tersangka. ”Mudah-mudahan saya tidak diadili di pengadilan,” harapnya. (dss/tyo/c19/ttg)