Ironi Daerah Penghasil Migas

- Rabu, 6 April 2022 | 13:25 WIB

Bronson Manik
ASN BPS Provinsi Kaltim

Stabilitas sosial ekonomi global saat ini masih dibayang-bayangi oleh ketidakpastian, seiring dengan gejolak politik yang terjadi di beberapa negara. Salah satu yang terkena imbas dari situasi tersebut adalah perdagangan internasional dan gejolak harga beberapa komoditas ekspor impor yang strategis seperti minyak mentah, batu bara, dan CPO. Kondisi ini secara langsung akan memberi dampak yang sangat luas kepada negara-negara mitra perdagangan internasional, termasuk Indonesia.

Namun, ada juga sisi positif ditengah fluktuasi harga perdagangan yang cenderung meningkat. Para eksportir akan mencoba menggenjot produksinya untuk melakukan ekspor yang lebih banyak ditengah harga yang meningkat untuk meraup keuntungan yang lebih besar, meskipun dengan persyaratan tertentu. Kondisi ini secara sederhana hampir tergambarkan dengan situasi ekpor-impor yang terjadi di Indonesia.

Sebagai catatan (rilis Maret 2022-BPS), perkembangan ekspor-impor Indonesia hingga Februari 2022 menunjukkan trend naik. Di samping adanya imbas kenaikan harga ekspor-impor juga ditengarai adanya peningkatan produksi beberapa komoditas ekspor dalam negeri. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2022 mencapai US$39,64 miliar atau naik 29,75 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$37,74 miliar atau naik 31,02 persen.

Bagaimana dan atau sejauh mana tren kenaikan ekspor ini memberi dampak langsung terhadap masyarakat Indonesia? Cukup panjang dan rumit untuk menjelajahi ekosistem perdagangan tersebut, untuk dapat melihat rantai keuntungannya berada di mana.

Hal yang menarik, Indonesia yang kaya akan sumber daya alam (SDA) hingga mampu melakukan ekspor beberapa komoditas stategis ke negara mitra perdagangan, ternyata Indonesia juga melakukan impor beberapa komoditas strategis tersebut dari negara lainnya, seperti minyak mentah, hasil minyak dan komoditas lainnya.

Hingga Februari 2022, nilai impor migas Indonesia mencapai US$5,13 miliar mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 79,67 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Memang secara sederhana, dengan melihat situasi perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia seakan-akan ada kekeliruan dan atau kesalahan. Kenapa tidak memanfaatkan potensi SDA yang dimiliki untuk dikelola lebih lanjut tanpa harus impor dari negara lain.

Situasi ini juga diperparah dengan adanya kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di beberapa wilayah Indonesia, sehingga semakin memperkeruh persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya (migas) di Indonesia. Informasi kenaikan harga BBM juga seakan ikut menggebuki ditengah situasi tersebut.

Proses monopoli dalam tataniaga dan tata kelola migas seakan tidak berpihak pada konsumen, dalam hal ini masyarakat kecil menengah ke bawah. Pengelolaan yang cenderung tidak jelas dan tidak transparan, ditengarai memunculkan praktik hukum rimba di mana yang kuat akan menang sehingga bisa menguasai yang kalah dan yang lemah akan kalah dan tertindas hingga akhirnya mati perlahan-lahan.

Satu hal yang paling ironi adalah kelangkaan BBM di daerah penghasil minyak. Antrian kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar di beberapa wilayah Indonesia sudah semakin parah, bahkan di Kalimantan Timur yang notabene terdapat industri kilang minyak, banyak ditemukan antrean panjang di beberapa pengisian bahan bakar.

Terkadang peribahasa “Bagai Anak Ayam Kelaparan/mati dalam Lumbung padi” menggambarkan krisis pengelolaan energi, di Indonesia khususnya Kaltim, beberapa tahun terakhir. Kaltim yang dikenal sebagai lumbung energi Nusantara seperti kehilangan energinya sendiri untuk berdiri tegak bisa mandiri secara energi.

Memang perlu telaah yang lebih dalam (detail) dan menyeluruh untuk melihat situasi yang berkembang tersebut. Meskipun ditengarai banyak plus-minus dari situasi tersebut dalam tatanan perkonomian Indonesia, seyogianya para pemangku kepentingan dan atau pengelola sumber daya (migas) dapat lebih bijaksana dan memahami situasi ekonomi rakyatnya yang masih tahap pemulihan setelah digoncang pandemi Covid-19.

Meski terkadang diperhadapkan dengan pilihan yang sulit dengan situasi ekonomi global yang bergejolak, tapi arah kebijakan harus tetap berpihak dan bermuara pada masyarakat yang sejahtera. Kolaborasi semua pemangku kepentingan dan para stakeholder harus lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, khususnya pada situasi ekonomi yang sulit. (luc/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X