Tinggalkan Hiruk Pikuk Kota Metropolitan, Tuhan Memanggil Mengabdi di Pelosok Papua
Kitnas Inesia dan suaminya bernama Adit rela meninggalkan hiryuk pikuk kota metropolitan demi mendidik anak-anak di pedalaman Papua. Bagaimana pengabdian Putri bersama keluarganya di pedalaman Papua ? Berikut laporannya.
Laporan: Elfira, Jayapura
AWALNYA Cenderawasih Pos berkenalan dengan Putri Kitnas Inesia di jejarang sosial Facebook. Saat itu, Putri bersama suaminya Adit masih berada di pedalaman Papua, tepatnya Distrik Kosarek, Kabupaten Yahukimo.
Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) dan S2 University of Innsbruck, Austria bersama suaminya rela meninggalkan hiruk pikuk kota metropolitan demi mendidik anak-anak di pedalaman Papua. Perempuan yang biasa disapa Putri itu memilih menjadi guru misi di bawah Yayasan Suluh Insan Lestari (SIL) dan menjalankan pendidikan holistik di kampung terisolasi di pedalaman Papua.
Setelah janjian untuk bertemu, Cenderawasih Pos akhirnya bisa menemui Putri dan suaminya Adit di Pos SIL, Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (18/3). Dalam pertemuan ini, Putri banyak bercerita tentang awal mula dirinya mengabdi di tanah Papua.
Kepada Cenderawasih Pos, putri mengaku sudah tinggal di Papua sejak tahun 2008 silam. Kala itu, dia bekerja di sebuah organisasi nirlaba yang berfokus kepada anak-anak, sehingga ia berkesempatan mengamati kondisi pendidikan dan kesehatan manakala mengunjungi berbagai kabupaten dan distrik di Papua.
Setelah itu, Putri melanjutkan pendidikan S2-nya di University of Innsbruck, Austria. Usai merampungkan studinya tahun 2015, Putri memutuskan untuk menjadi guru di sebuah sekolah Kristen berstandar internasional di Distrik Bokondini, Kabupaten Tolikara. Dimana suaminya Adit menjadi kepala sekolah di sekolah tersebut.
Tiga tahun belakangan, Tuhan menggiring perjalanannya dan suami untuk membangun Rumah Belajar di Distrik Kosarek, Kabupaten Yahukimo.
Kampung Kosarek tempat pasangan suami isteri ini membangun Rumah Belajar, berlokasi di pelosok Kabupaten Yahukimo dan cukup jauh dari Dekai ibukota Kabupaten Yahukimo. Minimnya infrastruktur membuat kampung itu terpencil dan sulit dijangkau.
Untuk menjangkaunya hanya bisa berjalan kaki atau menggunakan pesawat misi. Namun, saat pertama kali menjangkau Kosarek, Putri bersama suaminya menempuhnya dengan berjalan kaki selama tujuh hari tujuh malam dari Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya.
Di Kosarek memang sudah ada sekolah formal. Namun ketika pasang suami isteri ini datang, sudah belasan tahun sekolah tersebut tidak beroperasi, sehingga mayoritas anak-anak tidak tersentuh akan pendidikan. Situasi itu yang membawa Putri dan suaminya melayani di Kosarek sejak akhir 2018 silam. “Tuhan memanggil kami untuk mengabdi di Kosarek, sejak dulu panggilan kami memang untuk kemanusiaan,” ucap perempuan lulusan Ilmu Komunikasi UI ini.
Sebelum memantapkan hati mengabdi di Distrik Kosarek, Yahukimo, Pasutri yang sudah dikarunia seorang putri ini melakukan ekspedisi berjalan kaki menyusuri 26 kampung yang ada di Kabupaten Yahukimo pada akhir tahun 2017.