25 Februari lalu, Kolonel Inf Dendi Suryadi resmi mendapat amanat dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 091/Aji Surya Natakesuma.
M RIDHUAN, Balikpapan
mad.dhuan@gmail.com
KEPALAN tangan saling beradu. Ketika Kolonel Inf Dendi Suryadi bertemu awak Kaltim Post di Kodam VI/Mulawarman, Rabu (16/3). Siang itu, Dendi baru saja selesai menjalani serah terima jabatan (sertijab). Setelah dirinya diangkat menjadi Komandan Resor Militer (Danrem) 091/Aji Surya Natakesuma. Menggantikan Brigjen Cahyo Suryo Putro yang mengemban amanat sebagai Kapok Sahli Danpusterad.
Dengan ramah, Dendi menyanggupi wawancara singkat namun santai. Meski saat itu, dia harus segera kembali ke markasnya di Samarinda. Di ruang Kapendam VI/Mulawarman Kolonel Inf Taufik Hanif, Dendi menceritakan perjuangannya hingga bisa menjadi satu di antara 100 perwira TNI yang dimutasi dan mendapat promosi pada 25 Februari lalu.
“Pertama saya mengucap syukur atas amanat dan kepercayaan pimpinan TNI Angkatan Darat atas amanah yang diberikan kepada saya untuk memimpin Korem 091/Aji Surya Natakesuma,” ungkap Dendi.
Baginya, menjabat Danrem merupakan tanggung jawab. Menjalankan dan meningkatkan program yang telah disusun pendahulunya. Apalagi dengan belum usainya pandemi Covid-19, maka ini menjadi tantangan bagi semua pihak, termasuk satuannya.
Di sisi lain, tantangan berupa konflik sosial dan bencana alam juga menjadi perhatiannya. Hal yang tidak kalah penting adalah pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Dengan demikian, sudah menjadi hal penting bagi satuan teritorial yang dipimpinnya mendukung penuh dari sisi pertahanan. “Terkait IKN ini, kami mendukung apa yang diprogramkan oleh pemerintah,” sambungnya.
Bagi pria kelahiran 20 September 1968 itu, pemindahan ibu kota bukan hanya soal dukungan semata. Tetapi ada kedekatan emosional. Kebanggaan dipilihnya Kaltim. Karena di tanah Benua Etam, ibunya berasal dan di Samarinda dirinya dibesarkan. Sebagai putra daerah, tentu ada harapan. Dengan kehadiran IKN, Kaltim bisa berkembang dan masyarakatnya semakin sejahtera. “Karena itu, saya sangat bahagia bisa mengabdi di kampung halaman saya,” tuturnya.
DOA IBU
Dendi Suryadi kecil lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pejuang Angkatan 45. Meninggal saat dirinya masih duduk di bangku SMP kelas 1. Menjadi yatim, Dendi pun merasakan sulitnya kehidupan semasa kecil. Ibunya harus menggantikan peran sebagai kepala rumah tangga. Menghidupi dirinya dan enam saudaranya. “Saya tujuh bersaudara. Saya anak kelima. Bapak orang Sunda, ibu orang Tenggarong,” kata ayah tiga anak itu.
Meski lahir di Tanjung Jabung, Jambi, Dendi besar di Samarinda. Sejak ayahnya wafat, dia dan saudara-saudaranya berjuang agar bisa tetap mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.