Kisah Sisa Kejayaan Kerajaan Martapura di Muara Kaman, Perburuan Harta Karun dan Upaya Mengatrol Potensi Wisata

- Kamis, 17 Maret 2022 | 13:54 WIB

Buku sejarah di sekolah menulis kisah kerajaan tertua yang ada Muara Kaman. Tetapi, kisah bagaimana kehidupan warga dengan sisa kejayaan kerajaan, juga menarik diceritakan. Apalagi, peninggalan sudah lebih dari seribu tahun.

 

NOFIYATUL CHALIMAH, Tenggarong

noffi.office@protonmail.com

 

SEPULANG sekolah, Buyung Marajo langsung melangkahkan kakinya ke tepi sungai. Di sana, sudah banyak kawan. Ada juga paman tetangganya asyik menggali. Ada juga yang menusuk-nusuk tanah dengan besi panjang. Buyung tak mau ketinggalan. Dia yang masih duduk di bangku SMP, juga asyik mencari. Logam-logam seperti koin dia incar. Rencananya, mau dia jadikan gelang untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.

"Waktu itu saya SMP sekitar tahun 90-an. Semua warga sibuk mencari harta karun," kenang Buyung. Harta karun yang dicari warga itu, disebut-sebut sebagai harta karun peninggalan kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan yang dahulu disebut berdiri di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Buyung yang saat itu merupakan warga Desa Muara Kaman Ulu, jadi saksi dan pelaku peristiwa pencarian harta karun di desanya.

Beberapa versi menyebut awal mula pencarian harta karun pada saat itu. Ada yang berkata mendapat semacam "mimpi" lalu menggali, ada pula yang dikatakan menemukan patung logam secara tak sengaja di tepi sungai.

Namun, yang jelas hasil pencarian harta karun saat itu banyak sekali. Warga pun mencari siang-malam. "Waktu itu seperti pasar malam. Padahal, isinya orang cari harta karun," ucap Arsyil bersemangat memulai kenangannya. Arsyil termasuk yang mencari harta karun saat itu. Lelaki yang kini jadi Ketua Lembaga Adat Kecamatan Muara Kaman menuturkan, dahulu, hasil pencarian warga di Muara Kaman sangat banyak. Bisa bertruk-truk barang-barang hasil galian. "Tahun 95, 96, 97-an banyak harta karun keramik dijual. Juga ada yang dapat patung emas motif India. Ada juga patung dari logam kuningan dan perunggu. Kalau keramik, ada macam-macam. Misalnya kayak piring tajau," papar Arsyil.

Saat itu, penduduk menjual hasil penemuan mereka ke pengusaha dari Balikpapan yang sudah rutin membeli. Harga patung pun tentunya jauh lebih mahal dibandingkan keramik-keramik. "Waktu itu, tahun 95 (1995) patung perunggu bisa beli truk," sambungnya. Saat itu, orang mencari pakai tusuk besi. Apakah terasa besi menusuk keramik atau tidak. Jika terasa ada, digali. Arsyil juga mengingat kondisi ekonomi masyarakat kurang baik. Sebab, hasil tangkapan ikan dan pertanian yang jadi mata pencarian mereka, tak sesuai harapan. Sehingga, mendorong warga banyak memilih mencari peninggalan kerajaan saja.

Di sisi lain, tak hanya di sekitar Muara Kaman Ulu saja hasilnya didapat. Arsyil mengatakan, bukit atau yang biasa disebut warga setempat Gunung Benua Lawas dan Gunung Martapura yang berada di seberang desa, juga banyak barang yang ditemukan.

"Di rumah saya, masih ada saya simpan keramik sisa pencarian. Ada juga yang saya beli dari warga," tuturnya. Desa Muara Kaman Ulu, memang sebenarnya jadi lokasi pusat pemerintahan Kerajaan Martapura yang didirikan Kundungga. Kerajaan yang diperkirakan berdiri pada abad ke 3-4 Masehi ini, peninggalannya masih ada, meski telah melewati lebih dari seribu tahun lamanya. Di lokasi ini terdapat batu yang disebut warga sebagai lesong. Lesong menjadi saksi bisu sejarah berabad-abad silam. Lesong pun ada di kawasan situs yang diberi pelang nama Situs Kerajaan Kutai Mulawarman Ing Martadipura oleh Pemkab Kutai Kartanegara. "Kata orang kampung, ini lesong batu. Kalau kata ahli, ini batu yupa yang belum ditulis. Kami bilang ini induk yupa. Anaknya ya tujuh yupa itu. Cerita orangtua kami, zaman Belanda dulu, tahun 1930-an, lesong mau dibawa ke Tenggarong. Tapi, enggak bisa. Pas mau dinaikkan kapal kapalnya miring. Jadi, dia (lesong) di sini terus," papar Arsyil.

Tidak sembarangan orang bisa merawat lesong. Sabran adalah warga pemilik garis keturunan yang merawat lesong batu. Nantinya, yang melanjutkan estafet merawat ini juga dari pemilik garis keturunan yang sama dengannya. "Dibersihkan begitu. Tidak rumit," jawab Sabran saat ditanya bagaimana perawatan batu ini. Situs ini kerap didatangi warga yang tak hanya ingin berwisata sejarah, tetapi juga wisata religi. Umat Hindu biasanya kerap berziarah. Mengingat, kerajaan yang ada di tempat ini dahulu adalah kerajaan Hindu.

Salah satu peziarah adalah Jani, warga Desa Kerta Buana, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X