Kepemilikan lahan secara de jure dan de facto di Kilometer 6 akan dijelaskan BPN kepada warga yang mengantongi segel, dengan pihak lain yang mengklaim memiliki sertifikat.
BALIKPAPAN- Upaya perdamaian terkait permasalahan lahan di Kilometer 6, Seksi 5 Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) dimulai hari ini (4/3). Warga RT 37, Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, yang selama ini menguasai lahan di kawasan itu, diundang dalam rapat di Balai Kota Balikpapan. Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim rencananya memberikan penjelasan perihal tumpang tindih kepemilikan lahan di Kilometer 6.
“Pak Kakanwil (BPN Kaltim) langsung yang akan bertemu dengan warga,” kata Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud kemarin. Berdasarkan undangan yang ditandatangani Penjabat (Pj) Sekkot Balikpapan Muhaimin, pertemuan dijadwalkan dimulai pukul 14.00 Wita. BPN akan memaparkan kepemilikan lahan secara de jure dan de facto di Kilometer 6.
Dalam undangan tersebut, terlampir ada 19 warga RT 37 yang diundang menghadiri rapat. Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum warga RT 37 Yesayas Petrus Rohy mengatakan, kemungkinan tidak semua warga hadir dalam pertemuan siang ini. “Mungkin ada 15 warga saja yang akan hadir. Karena ada yang domisili di luar Balikpapan,” katanya. Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Kaltim Asnaedi menuturkan, selain warga RT 37, pihak lain yang mengklaim sebagai pemilik lahan akan diundang.
Lanjut dia, pihak lain yang mengklaim memiliki bukti kepemilikan sertifikat atas lahan tersebut, yaitu warga Transad. Mereka mengklaim punya sertifikat lahan yang masuk kawasan transmigrasi TNI AD atau Transad. “Ada ratusan sertifikat di sana. Tetapi ada beberapa sertifikat yang tidak dikuasai pemiliknya, Sehingga ditempati warga RT 37. Sampai puluhan tahun juga,” katanya. Melalui pertemuan yang difasilitasi Pemkot Balikpapan, kedua belah pihak akan dicoba untuk didamaikan.
Dikarenakan secara de jure atau yuridis, pemilik sertifikat adalah warga Transad. Tetapi secara de facto atau fakta di lapangan, warga RT 37, Kelurahan Manggar, yang menguasai dan menempati lahan Kilometer 6. “Kita mau melindungi semuanya. Yang punya sertifikat juga memiliki kekuatan hukum, tetapi masyarakat yang menempati juga memiliki kekuatan hukum. Karena menguasai di sana sudah puluhan tahun,” jelas Asnaedi.
Akan tetapi, lanjut dia, kedua belah pihak memiliki kekurangan. Warga RT 37, menempati lahan yang sudah memiliki bukti kepemilikan sertifikat milik warga Transad. Sementara itu, warga Transad juga memiliki kekurangan. Karena sudah cukup lama tidak menempati dan menguasai lahan miliknya. Asnaedi menyampaikan, ada sekira 1.000 hektare lahan warga Transad dengan sertifikat yang diterbitkan pada 1980-an. Selanjutnya ada 59 persil lahan yang tumpang tindih. Kemudian, ada tiga persil yang melakukan perdamaian atau dading. Sisanya, mereka yang kini bersengketa. Satu pihak memiliki sertifikat, sementara warga RT mengantongi bukti kepemilikan segel atau kuitansi. “Ini yang akan kita pertemukan. Yang akan kita mediasi untuk perdamaian,” pungkasnya. (riz/k16)
Rikip Agustani
[email protected]