Bos 2 Parpol Usul Penundaan Pemilu, Merusak Tatanan Demokrasi

- Jumat, 25 Februari 2022 | 10:23 WIB
Presiden Jokowi saat mencoblos di Pemilu 2019, Rabu (17/4). Berdasarkan konstitusi yang ada, dalam periode lima tahunan bangsa Indonesia akan menggelar pemilu dan pilpres. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Presiden Jokowi saat mencoblos di Pemilu 2019, Rabu (17/4). Berdasarkan konstitusi yang ada, dalam periode lima tahunan bangsa Indonesia akan menggelar pemilu dan pilpres. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

Wacana penundaan pemilu 2024 yang otomatis berujung pada perpanjangan masa jabatan Presiden disorot banyak kalangan. Tak terkecuali dari pengamat politik. Salah satunya adalah, Pengamat politik dari Univesitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi. Menurutnya, wacana tersebut kontraproduktif dengan sistem politik di Indonesia. Bahkan, bertentangan dengan antusiasme masyarakat menyongsong Pemilu dan Pilpres 2024.

“Dalam undang-undang republik ini sudah jelas, pembatasan masa jabatan presiden harus dilakukan untuk menjaga sistem demokrasi agar berjalan sesuai konstitusi dan mencegah pemerintahan yang otoriter dan korup,” kata Reza melalui keterangan tertulis, Kamis, (24/2).

Diketahui, ide penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden ini kembali mengemuka setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Ia mewacanakan agar pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 ditunda selama satu atau dua tahun.

Ditambah lagi dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartato, yang menampung aspirasi tersebut saat berkomunikasi dengan petani sawit di Siak, Pekanbaru. Meskipun sikap Airlangga tak setegas Muhaimin, namun ia menyatakan akan membawa aspirasi para petani itu ke tingkat DPR dan akan membahasnya bersama ketua umum partai politik lain.

Reza menilai manuver politik yang dilakukan Airlangga dan Muhaimin dapat merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Bahkan, kontra produktif bagi partai-partai di Indonesia. Terbukti PDIP secara tegas menolak wacana tersebut. Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan usulan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Sumpah Presiden juga menyatakan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang berlaku dengan selurus-lurusnya. Atas dasar ketentuan konstitusi pula, lanjutnya, diatur jelas bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

“Dengan demikian, tidak ada sama sekali ruang penundaan Pemilu (2024),” tegasnya. Karena itu, Reza menegaskan, jika sampai terjadi perpanjangan masa presiden, maka para ketum Partai pendukung penundaan pemilu itu  akan dicatat sebagai perusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun.

“Harusnya dia memberikan pendidikan politik kepada petani. Bisa dengan menyatakan bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi,” kata Reza. Hal senada dikemukakan pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Perpanjangan masa jabatan presiden atau menunda pemilu harus dilakukan dengan mengamendemen konstitusi atau UUD 1945. Dia menilai tidak ada landasan hukum untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan tersebut. UUD 1945 sudah mengaturnya.

“Silakan saja ubah UUD 1945 atau Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit untuk perpanjangan dirinya sebagai presiden. Itu silakan saja. Biar rakyat menilai,” kata Margarito. (jpc)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB
X