Pembajakan Legislasi

- Selasa, 15 Februari 2022 | 08:03 WIB
-
-

Oleh Herdiansyah Hamzah

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

 

Beragam studi menunjukkan bahwa kehancuran demokrasi pasca gelombang ketiga demokrasi (democracy’s third wave), tidak lagi disebabkan oleh kekuatan militer sebagaimana yang kerap terjadi dimasa lampau. Namun kehancuran demokrasi ini justru diakibatkan oleh para elit politik yang terpilih secara demokratis melalui proses pemilihan umum (electoral process).

Salah satu studi yang memperkuat hipotesa ini adalah apa yang diuraikan oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam karyanya yang berjudul “How Democracies Die”. Menurut Levitsky dan Ziblatt, “Sejak akhir perang dingin, sebagian besar kehancuran demokrasi disebabkan bukan oleh jenderal dan tentara, tetapi oleh pemerintah terpilih itu sendiri. Kemunduran demokrasi hari ini dimulai pada kotak suara”.

Samuel P. Hungtinton dalam “Democracy's Third Wave”, menguraikan kekhawatiran terbesarnya terhadap fenomena kehancuran demokrasi yang justru berada di tangan elit politik yang terpilih secara demokratis tersebut. Menurut Huntington, “Gelombang ketiga revolusi demokrasi global di akhir abad ke-20, tidak akan bertahan selamanya.

Dilihat dari catatannya masa lalu, terdapat dua faktor paling menentukan yang mempengaruhi masa depan konsolidasi dan perluasan demokrasi tersebut, yakni pembangunan ekonomi dan kepemimpinan politik”. Kemunduran demokrasi di Indonesia, mengkonfirmasi kekhawatiran Huntington tersebut. Dalam laporan indeks demokrasi yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit, indeks demokrasi Indonesia bahkan diklaim yang terendah dalam 14 tahun terakhir.

Legidiot

Salah satu bentuk nyata dari penghancuran demokrasi yang dilakukan oleh elit politik hasil pemilu, adalah produk perundang-undangan (legislasi) yang semakin menjauh dari partisipasi dan kepentingan publik. Legislasi sendiri dimaknai sebagai, “undang-undang atau seperangkat undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah dan dibuat resmi oleh parlemen”. Dalam konteks Indonesia, legislasi ini diproduksi bersama oleh DPR dan Pemerintah.

Menurut Jeremy Bentham, kebaikan publik hendaknya menjadi tujuan legislator; manfaat umum menjadi landasan penalarannya. Mengetahui kebaikan sejati masyarakat adalah hal yang membentuk legislasi; ilmu tersebut tercapai dengan menemukan cara untuk merealisasikan kebaikan tersebut. Namun sayang, kebaikan publik sebagai roh legislasi ini yang tidak kita temukan belakangan ini.

Ruang partisipasi publik pun seolah tertutup rapat. Padahal elemen penting yang tidak boleh dinafikan dalam proses legislasi adalah partisipasi publik. Dalam ratio decidendi putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk membangun partisipasi publik yang lebih bermakna (meaningful participation), maka setidaknya harus memenuhi tiga prasyarat, yaitu:

Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan Ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas. 

Hak untuk didengarkan, dipertimbangkan, serta mendapatkan penjelasan atas pendapatnya, semakin menjauh dari jangkauan publik. Dalam proses legislasi yang ugal-ugalan, tentu saja akan menutup ruang partisipasi itu. Oleh karenanya, jika Urban Dictionary memperkenalkan istilah “Covidiot” sebagai “seseorang yang mengabaikan peringatan tentang kesehatan atau keselamatan publik dimasa pandemi Covid-19”, maka produk legislasi yang dibuat secara ugal-ugalan, mengabaikan partisipasi rakyat, serta cenderung dibuat hanya untuk kepentingan pemilik modal, patut disebut sebagai  “Legidiot”. Istilah tersebut merupakan gabungan kata “Legislasi” dan “Idiot”, yang merepresentasikan problem kecerdasan berpikir yang sangat rendah dari pembentuk undang-undang. 

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X