Dongeng Sarwono

- Senin, 7 Februari 2022 | 11:25 WIB

Oleh: Esty Pratiwi Lubarman

 

"Aku hidup untuk hari ini, selebihnya aku tidak mengharapkan bangun di pagi hari dan mengulang semuanya terus-menerus."

Laki-laki yang mencintai kematiannya. Ia laki-laki yang gema sunyinya bahkan tidak bisa dihindari. Ia babak belur menghadapi waktu yang baik hati. Setiap langkahnya menjelma sebuah kemarahan. Di dalam dirinya hanya anak kecil yang butuh pelukan dari sosok ayah atau anak kecil yang ingin pergi tamasya bersama ibunya.

Selama ini yang ia lakukan memberi hidup pada kehidupan agar terus bergulir. Dia berharap, akhir yang bahagia, tapi rasanya itu terlalu naif di dunia nyata. Di sebuah malam aku ingin sekali memberikan pelukan di antara kesunyian yang menyelimutinya. Tapi sebuah jarak memisahkan segala hal.

"Aku sebenarnya bekerja sejauh ini untuk apa, Nggi. Selain untuk orangtuaku agar dapat label anak berbakti. Untuk siapa lagi? Untuk diriku? Rasanya diriku tidak memerlukan kemewahan."

Di balik ponsel ini, aku hanya termangu, mendengarkan kalimat demi kalimat yang ia katakan. Zaman yang menuntut segala hal harus cepat, tidak meninggalkan sedikit pun kesenangan selain waktu yang sesaat menjadi sepi dan semu. Nyatanya kita semua dibenturkan oleh keinginan dan kebutuhan. Bahkan untuk sejenak saja, semesta tidak memberikan waktu kita untuk bersandar.

Tingkat bunuh diri di banyak negara selalu meningkat. Pekerjaan dengan gaji yang besar, rumah yang nyaman tidak menjanjikan apapun ketika sebuah kesunyian hadir di setiap jiwa manusia. Sedikit banyak itulah yang mungkin dirasakan oleh laki-laki ini.

Tahun ini genap empat tahun aku mengenalnya dan lucunya kami tidak pernah bertemu satu sama lain di dunia nyata. Dia tidak istimewa, dia hanya laki-laki yang memegang teguh maskulinitasnya. Tapi ada sebuah perasaan sebagai manusia yang kemudian bisa membuat kita terhubung sejauh ini. Aku tidak berharap apapun atas hubungan ini, apa yang bisa kuharapkan dari hidup yang selalu berakhir tragedi?

"Tapi lihat dirimu sekarang Sar, sudah menjadi orang sukses. Kamu bisa membeli semua barang yang dulu kamu bahkan susah payah untuk membelinya."

Terdengar jelas, ia sedang mengisap rokok sangat dalam.

"Aku tidak sukses, Nggi. Aku kalah oleh keadaan..."

"Tapi tidak semua orang memiliki kesempatan seperti kamu, Sar. Bisa menjelajahi negara lain dan dapat penghasilan di sana."

"Pekerjaan menjadi buruh, Nggi. Orang-orang melihat penghasilanku yang besar, tapi mereka tidak tahu aku bahkan bekerja lebih dari 10 jam satu harinya. Tidak ada kawan atau keluarga. Setelah bekerja aku hanya berkawan dengan sepi."

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X