Seperti kampung lain di kawasan Mahakam Tengah, Desa Muara Siran, Kutai Kartanegara, juga menggantungkan hidupnya dengan ekosistem air di sekitarnya.
NOFIYATUL CHALIMAH, Kutai Kartanegara
BERDIRI di atas lahan gambut, juga dikelilingi sungai dan danau, Desa Muara Siran dahulu menggantungkan hidup hanya dari hasil ikan air tawar. Namun, alam mereka tak hanya menyediakan ikan. Tetapi juga keindahan alam yang menjanjikan.
Masyarakat setempat memahami potensi keindahan alam desa. Di danau Siran yang airnya gelap seperti teh kehitaman khas kawasan gambut ini, tengah disiapkan menjadi destinasi wisata air pelepas penat.
PINTU MASUK: Pelang selamat datang di sisi jembatan kampung akan menjadi penyambut para pelancong yang berkunjung ke Desa Muara Siran di Kutai Kartanegara.
Untuk sampai di desa ini, pengunjung bisa berkendara dari Samarinda menuju arah jalan ke Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Lalu, belok ke pelabuhan penyeberangan menuju Muara Kaman. Nah, dari pelabuhan Muara Kaman, bisa mencari perahu untuk ke Desa Muara Siran. Dengan perahu itu, perjalanan bisa langsung dilanjutkan ke Danau Siran, durasinya sekitar satu jam. Anda bisa membayar sekitar Rp 1,05 juta untuk menyewa perahu bermesin ces yang memuat sekitar enam orang. Perahu pun sudah dilengkapi life jacket.
Selama di perahu, pengunjung bisa menyaksikan aktivitas penduduk lokal. Juga bird watching alias mengamati burung. Sebab, banyak burung bangau yang bertengger di pepohonan kahoi di tepi sungai. Aneka burung lainnya juga bisa ditemui.
ABADIKAN: Seorang pengunjung saat menikmati pemandangan danau dan rasau di salah satu dermaga Desa Muara Siran.
Ketika sudah memasuki Danau Siran, Anda mulai melihat tumbuhan rasau, yaitu tumbuhan pandan yang biasanya hidup di rawa gambut. Tingginya bisa belasan meter dari permukaan danau. Rasau ini hidupnya bergerombol, sehingga sekilas terlihat seperti gugusan pulau karang yang ada di Raja Ampat.