Rusdi
Dosen Program Studi D-3 Kesehatan Lingkungan, Universitas Muhammadiyah, Kalimantan Timur.
Integrasi Islam ke dalam sains merupakan pola pikir yang didasarkan pada asumsi, bahwa pengembangan sains dalam konteks keislaman merupakan suatu keharusan bagi kelanjutan peradaban umat manusia yang harmonis di masa depan. Islam adalah agama yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk mengkaji berbagai fenomena alam.
Al-Qur'an sebagai qauliyah telah dengan sempurna menginformasikan kepada manusia tentang kehidupan masa lalu, sekarang, dan masa depan, perihal makhluk yang di langit sampai yang di bumi. Salah satu makhluk yang disebutkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an adalah lalat.
Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah (QS. Al-Hajj: 73).
Lalat salah satu serangga ordo Diptera yang merupakan anggota kelas Hexapoda atau serangga mempunyai jumlah genus dan spesies yang terbesar yaitu mencakup 60–70 persen dari seluruh spesies Anthropoda/kurang lebih 60.000–100.000 spesies lalat dijumpai di dunia.
Lalat mengalami metamorfosis sempurna dengan melalui empat tahap kehidupan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan dewasa. Keberadaan lalat pada umumnya dapat mengganggu kenyamanan hidup manusia, menyerang dan melukai hospesnya (manusia atau hewan) serta menularkan penyakit.
Namun di balik semua itu, Allah sebagai Al Muqtadir (Maha Berkuasa dan Maha Menentukan) serta Al Adl (Maha Adil), menghadirkan pula spesies lalat yang berperan menjaga keseimbangan ekosistem. Adapun spesies lalat yang dimaksud adalah lalat tentara hitam atau yang dikenal dengan sebutan Black Soldier Fly (BSF).
Jenis lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly ini merupakan anggota dari ordo Diptera, family Stratiomydae yang dapat hidup hampir di seluruh dunia yang beriklim tropis dan subtropis pada garis lintang 40°S dan 45°U. Lalat BSF memiliki keistimewaan dibanding serangga jenis lain karena kemampuannya yang dapat melakukan degradasi sampah organik.
Selain itu, lalat jenis ini bersifat saprofagus baik untuk materi organik hewani ataupun nabati. Keistimewaan yang merupakan keajaiban yang dimiliki oleh BSF inilah yang dapat mengatur keseimbangan ekosistem terutama terhadap permasalahan sampah, khususnya sampah organik.
Sampah organik apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar sampah tersebut. Salah satu teknologi dalam mengatasi jenis sampah tersebut, yaitu dengan cara pengomposan.
Pengomposan digunakan, karena metode ini dilakukan secara terbuka, sehingga dapat mengurangi bau yang menyengat, mudah untuk dilakukan, dan murah dari segi ekonomi, serta tidak memerlukan proses kontrol yang sulit.
Salah satunya, pemanfaatan larva BSF. Pemanfaatan larva BSF sebagai agen pengurai materi organik telah diteliti dapat mendegradasi sampah organik dengan memanfaatkan larvanya yang mengekstrak energi dan nutrien dari sampah sayuran, sisa makanan, bangkai hewan, serta kotoran sebagai bahan makanannya.
Selain itu, larva BSF mudah untuk dikembangbiakan dengan sifatnya yang resisten terhadap musim. Larva BSF (maggot) memiliki kemampuan dekomposisi yang lebih baik dibandingkan dengan organisme maupun mikroorganisme lainnya.
Guru Besar Riset Ekonomi Pertanian, Agus Pakpahan mengatakan, setiap ekor lalat BSF rata-rata menghasilkan 500 maggot dalam satu siklus hidupnya. Penelitian dilakukan oleh Profesor Agus Pakpahan dengan teknik biokonversi pengolahan sampah organik menggunakan larva lalat BSF di wadah reaktor dengan memasukkan sampah organik yang mudah hancur dan telur lalat dengan proporsi 100.000 larva per meter persegi.
