Kontras menilai, mengerangkeng orang tanpa mekanisme yang berlaku itu sudah jelas merampas kemerdekaan. Ditemukan berbagai jenis obat dan vitamin di salah satu ruang kerangkeng di belakang rumah bupati (nonaktif) Langkat.
AGUS DWI PRASETYO, Langkat
DALAM secarik kertas itu tertulis sejumlah nama. Lengkap dengan keterangan usia dan alamat. Di atas deretan nama yang ditulis dengan tinta merah tersebut, terdapat keterangan Kereng 2.
Sementara, secarik kertas yang lain tertulis keterangan nama dan tanggal masuk. Paling baru, 19 September 2021. Atau, empat bulan lalu. Dengan keterangan nomor urut 433.
Lembaran kertas itu berada di salah satu jeruji besi di belakang rumah Bupati (nonaktif) Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Dari keterangan yang tertulis tersebut, diduga kertas itu merupakan bagian dari buku catatan penghuni kerangkeng milik sang bupati yang akrab disapa Cana tersebut.
Selain catatan itu, ada juga beberapa obat yang tersimpan di dalam kotak styrofoam, di atas rak kayu yang tergantung di dinding kamar tersebut. Di antaranya, chloramphenicol (obat antibiotik). Juga flutamol (obat flu), ambroxol (obat pengencer dahak), dextrofen (obat peringan batuk), hingga Bio ATP (multivitamin pemulih stamina).
”Itu (obat dan multivitamin, Red) bisa jadi petunjuk bagaimana kondisi kesehatan penghuni di sana,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumut Amin Multazam Lubis.
Amin menyatakan, temuan obat dan multivitamin itu kontradiktif dengan opini warga sekitar tentang kerangkeng pribadi tersebut. Sebab, keberadaan obat itu identik dengan penyakit.
Sementara, multivitamin menandakan bahwa penghuni mengalami kelelahan fisik. ”Sedangkan masyarakat di sana mengatakan penghuni nyaman berada di kerangkeng,” ujarnya.
Sebelumnya, masyarakat Desa Raja Tengah dan sanak keluarga penghuni kerangkeng kompak menyebut kamar jeruji besi tersebut sebagai pusat pemulihan pengguna narkoba yang manusiawi. Mereka juga menyebut para penghuni diperlakukan sangat baik sehingga betah dan rela berada dalam kurungan selama berbulan-bulan. Bahkan bertahun-tahun.
Amin menyampaikan, opini positif masyarakat tentang kerangkeng manusia yang berkembang selama ini tentu tidak bisa jadi patokan. Meski, sebagian besar di antara mereka adalah pihak yang ”paling dekat” dengan lokasi tempat tahanan itu. ”Kami bukan menyalahkan masyarakat karena bagaimanapun yang disampaikan masyarakat memang bisa jadi petunjuk,” jelasnya.
Dua kamar berjeruji besi di belakang rumah pribadi Cana memang betul-betul mirip ruang tahanan. Sebagaimana kamar-kamar penjara yang lazim dijumpai di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan). Dari situ, kata Amin, Cana sudah bisa dianggap melakukan pelanggaran. ”Mengerangkeng orang tanpa mekanisme yang berlaku itu sudah jelas merampas kemerdekaan.”