Semua pecandu narkoba yang dikerangkeng di penjara di rumah bupati nonaktif Langkat meneken surat pernyataan. Namun, belum jelas benar seperti apa metodologi penyembuhan di tempat rehabilitasi ilegal tersebut. Diduga, dukungan warga sekitar terkait dengan kuatnya pengaruh sang bupati yang kini ditahan KPK.
AGUS DWI PRASETYO, Langkat
DI dalam dua kamar berjeruji besi itu, kasur dan tikar terlipat di atas tempat tidur beralas papan. Ada rak kayu yang menempel di dinding bernuansa cokelat muda tersebut. Beberapa kotak styrofoam ditaruh di rak tersebut.
Sementara, di pojok ruangan terdapat water closet (WC) semi terbuka untuk buang air. Di situ ada bak penampung air berukuran sedang.
Sekilas, dua kamar itu betul-betul mirip sel penjara yang lazim dijumpai di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan negara (rutan). Hanya, bukan narapidana atau tahanan yang menghuni kamar di belakang rumah pribadi Bupati (nonaktif) Langkat Terbit Rencana Perangin Angin tersebut. Melainkan sekelompok orang yang punya masalah dengan narkoba. Pecandu.
Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Cana –sapaan akrab Terbit Rencana– pekan lalu, jeruji besi itu tidak lagi ditinggali. Semua penghuninya ”bebas.” Dijemput keluarga atau sanak saudara masing-masing. Kembali ke rumah. ”Kami merasa kecewa (kerangkeng manusia, Red) ditutup,” kata Kuhen Beru Sembiring, salah satu orang tua yang anaknya menjadi penghuni sel tersebut.
Kekecewaan perempuan 61 tahun itu tentu menimbulkan pertanyaan. Kenapa dia membiarkan anaknya tinggal di jeruji besi? Padahal, Polda Sumut maupun BNN (Badan Narkotika Nasional) Kabupaten Langkat tegas menyebut dua bilik berjeruji tersebut sebagai tempat rehabilitasi ilegal.
Kuhen punya alasan sendiri. Bagi dia, kerangkeng besi yang dibangun Cana pada 2012 tersebut adalah harapan. ”Saya percaya dari pertama anakku di sini bisa baik. Itulah harapanku,” tutur ibu Eka Surbati tersebut.
Duduk di sebelah ibunya, Surbati mengaku merasakan perbedaan sejak empat bulan menjadi penghuni penjara tersebut. Pria 35 tahun yang mengaku menjadi pecandu narkoba sejak 2018 itu merasa lebih sehat dan tidak lagi ketergantungan narkoba. ”Saya bersyukur sekali dengan Pak Bupati. Saya nggak pakai narkoba lagi,” ucapnya kepada Jawa Pos.
Secara umum, Kuhen dan anaknya tidak rela jika jeruji besi yang ramai diperbincangkan itu ditutup. Kuhen pun tidak merasa keberatan jika anaknya dikurung di sel tersebut.
Begitu pula Surbati. Dia mengaku betah tinggal di dalam kerangkeng bersama kawan-kawannya. ”Di sini saya tidak terikat narkoba lagi,” ungkap warga Desa Sei Musam Kendit, Kecamatan Bahorok, Langkat, itu.
Jawa Pos yang mengunjungi penjara milik Cana kemarin (26/1) penasaran dengan sikap Surbati dan ibunya yang merasa terbantu dengan keberadaan sel tersebut. Ironisnya, tidak sedikit warga setempat yang merasakan hal serupa. Mereka memandang sosok Cana sebagai seorang pahlawan karena dia telah membangun kerangkeng manusia tersebut.