Manipulasi Data Royalti Tambang, Dituntut Delapan Tahun Penjara

- Selasa, 25 Januari 2022 | 12:23 WIB
Suasana sidang.
Suasana sidang.

SAMARINDA–Jaksa Melva Nurelly dan Rosnaeni Ulva menilai ada kerugian negara karena ulah Hartono yang memanipulasi laporan gross calorific value (GCV), atau nilai kotor kalori batu bara yang dijual CV Jasa Andika Raya (JAR) pada 2019. Jumlah kerugian itu mencapai Rp 4,53 miliar. Nilai itu terungkap selepas mengevaluasi 14 transaksi penjualan batu bara dalam akun e-PNPB (Pendapatan Nasional Bukan Pajak Elektronik) milik perusahaan tambang yang memiliki konsesi di Loa Kulu, Kutai Kartanegara itu.

 “Transaksi itu menggunakan data GCV yang tak sesuai hasil surveyor,” ungkap duo jaksa asal Kejati Kaltim itu dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda, (24/1). Hasil pemeriksaan kalori oleh beberapa surveyor menuangkan, GCV, batu bara CV JAR memiliki kalori sebesar 6.668 kcal per kg. Namun, terdakwa menggunakan dokumen GCV yang menyatakan kalornya sekitar 4.700 kcal per kg. Dengan perubahan itu, royalti yang dibayarkan untuk menjual batu pun menyusut. Dari yang seharusnya 7 persen menjadi 3 persen.

“Total royalti riil sekitar Rp 5,3 miliar. Tapi karena manipulasi dokumen itu, terdakwa hanya membayar royalti sebesar Rp 779 juta. sehingga ada pergeseran sekitar Rp 4,53 miliar yang tak masuk ke kas negara,” lanjut jaksa Ulva membaca amar tuntutan. Perbuatan korupsi memanipulasi kian kompleks. Lantaran adanya dualisme kepemilikan izin konsesi CV JAR. Munculnya dualisme ini karena pemilik awal perusahaan yang bernama Joni Juanda, menjual izin usaha pertambangan (IUP) yang dipunyainya kepada dua orang. Yakni, Syamsu Alam dan Diki Kurniawan.

Terdakwa memanfaatkan surat kuasa selaku direktur cabang dan kuasa direktur yang diberikan Syamsu Alam kepada dirinya. Bahkan, 14 transaksi itu dilakukannya selama dirinya ditahan karena perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan Diki Kurniawan. “Hal itu dilakukannya dengan bantuan dua broker tambang bernama Reza (dikonfirmasi meninggal dunia pada 2021) dan Muslim,” jelasnya. Merujuk fakta di persidangan, CV JAR bukan lagi milik Joni Juanda atau Syamsu Alam karena lewat akta notaris terbaru yang diteken Joni Juanda.

Izin tersebut kini milik Diki Kurniawan. Namun terdakwa justru mendampingi Joni Juanda dan Irwan Santoso untuk mengaktifkan kembali akun Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba Online Monitoring System (MOMS), dan e-PNBP k CV JAR ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM di Jakarta. Dari 14 transaksi itu pula, terungkap ada dua transaksi yang tak membayar royalti lewat akun e-PNBP CV JAR, ada dua penjualan batu bara yang tak terinput data royaltinya. Sepanjang persidangan pula, lanjut Melva ketika gilirannya membaca, terdakwa tak bisa membuktikan ke mana saja batu bara itu dijual.

Padahal hal ini menjadi kewenangan terdakwa untuk membeber. “Menurut saksi dari Dirjen Minerba Kemen ESDM yang telah dihadirkan, data yang terinput dalam e-PNBP hanya besaran kalori dan jumlah pajak yang wajib dibayar. Ke mana batu bara dijual sepenuhnya dibuat dalam laporan lain,” jelasnya. Karena itu, duo JPU ini menilai, terdakwa Hartono jelas terbukti melanggar dakwaan primer yang mereka sangkakan, yakni Pasal 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dalam UU 20/2001.

“Dengan pemaparan tersebut kami JPU menuntut terdakwa selama 8 tahun pidana penjara,” kata dua beskal ini. Selain hukuman pidana, mereka menerapkan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan pidana kurungan. Tak sampai di situ, JPU juga meminta agar royalti sebesar Rp 4,53 miliar yang tak masuk ke kas negara lantaran manipulasi laporan oleh terdakwa diterapkan menjadi uang pengganti kerugian negara. “Jika uang pengganti tak dibayar paling lambat 30 hari setelah perkara inkrah. Maka harta benda terdakwa akan disita untuk menutupi kerugian negara tersebut. jika tak jua mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” tutup kedua jaksa itu.

Mendengar tuntutan yang dibacakan JPU, majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Hasanuddin bersama Arwin Kusmanta dan Suprapto, memberi waktu terdakwa dan kuasa hukumnya untuk mengajukan pembelaan pada persidangan selanjutnya. “Kita lanjut kembali pada 31 Januari 2022 dengan agenda pembacaan pembelaan atau pledoi,” kata Hasanuddin menutup persidangan. (ryu/riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X