Di berbagai penjuru Indonesia, spanduk pecel lele buatan paguyuban di Bulutengger selalu sama dalam font, bentuk lukisan, warna, dan kainnya. Di tempat lain ada juga yang bikin, tapi dulu mereka belajarnya di desa di Lamongan itu.
WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Lamongan
DI tepi jalanan kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, di samping pintu keluar dermaga Penajam Paser Utara, sampai seruas jalan nun di Ternate sana. ”Panji-panji kebesaran” pecel lele lamongan bisa dengan gampang ditemukan.
Dengan ciri khasnya yang mencolok: media kain tiga warna, putih, kuning, dan hijau. Dan, gambar ayam, bebek, burung dara, dan lele, serta bentuk huruf (font) yang serupa. Juga aneka seafood (makanan laut). Kadang pula dengan lele termasuk di dalamnya...
Di mana pun Anda tinggal di Indonesia ini, kota besar atau kecil, bahkan sampai ke kecamatan dan kampung-kampung, spanduk alias kleber dalam bahasa Jawa dengan gambar, kain, dan font yang khas itu selalu ada. Luas edarannya, seiring dengan tingginya daya rantau warga Lamongan, bisa dibilang seluas republik ini.
Dan, republik letter alias spanduk pecel lele yang luas itu beribu kota di Bulutengger, sebuah desa di Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sejak sekitar 33 tahun lalu, tradisi melukis tangan kleber dengan beragam gambar unggas serta hewan laut dilakukan di sana.
”Di luar Bulutengger, bahkan luar Lamongan, memang ada juga yang bikin. Tapi, mereka semua belajarnya dari sini,” kata Lanang Mijar Anggoro, sekretaris Paguyuban Central Letter Lamongan, kepada Jawa Pos.
Ada sekitar 25 perajin letter di Bulutengger. Sebanyak 15 perajin di antaranya telah berhimpun di dalam paguyuban. Markas besarnya berada di rumah sang ketua, Bagus Eka Pria Suka Dhana.
Ketika Jawa Pos bertandang ke rumah di Dusun Bulu, RT 5, RW 1, Bulutengger, Selasa (18/1) pekan lalu, tak tampak ada perabot di dalamnya. Hanya meja kecil yang terlihat di ruang tamu. Yang tampak menonjol, dindingnya berhias lukisan mural. Ikonnya adalah gambar ayam jago. Kain putih dan kuning juga terpampang memanjang.
Motifnya, aneka bentuk seafood dan unggas. Semua berbentuk sama. Termasuk font tulisan hurufnya.
Aturan paguyuban, bentuk lukisan di letter memang wajib sama. Termasuk font-nya. Begitu juga warna. Penanda lainnya, dalam karya semua anggota paguyuban pasti ada latar gambar bulan di tepi kiri-kanan kain. ”Tujuannya tentu biar ada ciri khasnya,” ujar Dhana.
Sebelum ada paguyuban yang berdiri sejak 23 Juni 2020 itu, lanjut lulusan Institut Seni Indonesia, Jogjakarta, tersebut, para perajin saling telikung orderan. Muncullah konflik yang buntutnya tak saling sapa.