Ghozali “Sultan” Baru

- Jumat, 21 Januari 2022 | 13:07 WIB

Oleh Bambang Iswanto

 

BEBERAPA hari terakhir pembicaraan tentang “sultan” baru masih hangat di media sosial. Nama lengkapnya Gustaf Al Ghozali. Sering dipanggil Ghozali. Berasal dari Semarang. Namanya mencuat seiring taksiran kekayaannya di kisaran Rp 1,7 miliar terungkap. Pundi-pundi uang tersebut didapatkan dari hasil penjualan foto selfie-nya sendiri. Dia menjual koleksi fotonya yang diberi label Ghozali Everyday secara digital dalam bentuk NFT. Lebih dari 230 fotonya terjual sehingga membukukan penghasilan miliaran.

Ghozali awalnya tidak percaya jika ada yang mau membeli foto-fotonya dengan harga yang tinggi. Mungkin, sebagian orang menilai foto-foto yang terjual seperti tidak layak dihargai mahal. Karena dianggap tidak memiliki kelebihan. Memang dari sisi fisik, sosok Ghozali bukanlah tampang artis yang memiliki wajah nan rupawan. Tidak pula memiliki postur tubuh yang menarik. Seperti lengan berotot atau perut six pack.

Benar-benar wajah sejuta umat. Wajah rata-rata, bahkan ada yang menilai di bawah rata-rata. Ghozali juga bukanlah pemegang gelar akademik tinggi. Tidak ada gelar akademik sebelum atau sesudah namanya, sebagai tanda sudah menamatkan jenjang pendidikan tinggi. Saat ini Ghozali masih mengenyam pendidikan SLTA. Fakta Ghozali semakin menegaskan, urusan kekayaan tidak ada hubungannya dengan rupa fisik, ataupun gelar. Semuanya berhubungan dengan rezeki yang merupakan wewenang mutlak dari Sang Pemberi Rezeki. Tidak ada rumus yang pasti tentang rezeki.

Rezeki berupa harta diberikan oleh Allah sebagai pemberi rezeki. Ada harta yang didapat dengan diupayakan, namun ada pula yang tidak perlu diupayakan. Tiba-tiba saja diperoleh tanpa berusaha. Datang begitu saja mendatangi si peraih rezeki. Mengenai bagaimana datangnya rezeki ini dapat disimak dari kisah Imam Malik dan Imam Syafi’i. Imam Malik merupakan salah seorang guru Imam Syafi’i. Dalam sebuah kesempatan Imam Malik pernah mengatakan, “Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya. Maksud beliau, rezeki itu bisa saja datang tanpa diupayakan selain yang diupayakan.

Imam Syafi’i ternyata memiliki pandangan lain. Bahwa rezeki harus dicari dengan sungguh-sungguh. Beliau mengatakan kepada gurunya, “Seandainya seekor guru tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia mendapatkan rezeki.” Beliau berpendapat bahwa rezeki harus dicari dan diupayakan maksimal untuk meraihnya. Suatu ketika, Imam Syafi’i melihat orang yang memanen anggur dan beliau ikut membantu.

Setelah selesai beliau mendapat imbalan berupa beberapa ikat anggur sebagai ujrah (imbal jasa) membantu panen. Dan Imam Syafi’i membawa anggur tersebut kepada sang guru untuk berbagi. Sekaligus ingin menunjukkan pendapat beliau mengenai rezeki bisa didapat dengan usaha terbukti. Imam Malik tersenyum melihat pembuktian Imam Syafi’i sambil mengatakan, “Sehari ini aku memang tidak keluar rumah dan membayangkan alangkah nikmatnya kalau di siang panas ini aku bisa menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang membawakan anggur bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab. Cukup tawakkal yang benar dan melakukan apa yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya!”

Dari dialog kedua Imam mazhab tersebut, dapat disimpulkan bahwa rezeki memang bisa didapat dari upaya pencarian. Bisa juga tanpa sebab rezeki mendatangi yang diberikan rezeki. Yang terpenting keduanya wajib diyakini bahwa bersumber dari Allah.

 

MAN JADDA WAJADA

 

Lalu bagaimana dengan kasus Ghozali? Sebagian orang melihat rezeki hartanya datang tanpa usaha keras. Tiba-tiba saja Ghozali jadi orang yang punya penghasilan besar. Pandangan seperti ini muncul karena tidak melihat apa yang sudah dilakukan oleh Ghozali selama lima tahun. Ghozali secara istikamah, setiap hari mengunggah swafotonya yang natural tanpa mengenal lelah dan bosan. Ia berusaha menampilkan foto terbaiknya untuk dilihat menarik oleh orang lain. Hasilnya, selama lima tahun sejak 2017, inilah yang sekarang dinikmatinya. Fotonya berhasil memikat orang lain dan merelakan sejumlah uang untuk membeli foto-fotonya.

Selain istikamah, pelajaran penting dari Ghozali dalam berusaha adalah bangga menjadi diri sendiri. Serta pandai melihat peluang tanpa latah terbawa arus, meniru-niru yang lain. Ghozali melihat peluang baru yang belum diambil oleh orang lain. Belum tentu orang yang mengikuti jejaknya akan sama berhasil. Inilah hasil dari “man jadda wajada” (siapa yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil).Saya sependapat dengan Imam Syafi’i yang lebih menekankan aspek usaha keras dalam pencarian rezeki seperti yang dilakukan Ghozali dan banyak success story serupa. Imam Syafi’i sependapat dengan gurunya bahwa memang ada rezeki yang tidak diupayakan, tetapi lebih kepada memberikan pelajaran tentang etos kerja yang harus dimaksimalkan untuk meraih rezeki.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X