Kenaikan Tarif PBB Bisa Hambat Laju Kinerja Properti

- Sabtu, 15 Januari 2022 | 11:10 WIB

JAKARTA - Pemerintah resmi mengundangkan UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Beleid UU 1/2022 ini sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diundangkan per 5 Januari 2022.

Salah satu kebijakan baru adalah kenaikkan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan atau PBB-P2. Besaran paling tinggi sebesar 0,5 persen. Sebelumnya, maksimalnya adalah 0,3 persen

PBB-P2 merupakan pajak yang dikenakan terhadap lahan dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Namun, pajak ini dikecualikan atas kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Pajak bumi bangunan dikenakan berjangka waktu satu tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada 1 Januari.

UU itu juga mengatur nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan PPB-P2. NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.

Sebelumnya, pemerintah telah melakukan simulasi atas kenaikan tarif PBB. Dengan tarif sebesar 0,5 persen, maka penerimaan daerah dapat meningkat sampai dengan 50 persen.

"Perubahan pengaturan pajak daerah termasuk tarif, justru akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah secara terukur," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI akhir tahun lalu.

Adapun simulasi yang dijabarkan Sri Mulyani dari penambahan PDRB (pendapatan domestik regional bruto) bagi kabupaten/kota diperkirakan meningkat dari Rp 61,2 triliun menjadi Rp 91,3 triliun, naik hingga 50 persen. Atau ada penambahan Rp 30,1 triliun untuk penerimaan daerah di 2022.

Sementara itu, Direktur PT Ciputra Development Tbk Agung Krisprimandoyo mengatakan, kenaikan PBB sudah pasti memberi dampak terhadap industri properti. Terutama, pengembang rumah baru. Pajak bumi bangungan itu jelas merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan saat harus mengembangkan produk. “Valuasi tanah sudah pasti meningkat saat pengembang membangun kawasan perumahan. Otomatis, beban pajak pengembang juga besar,” ujarnya.

Dia pun menyayangkan keputusan tersebut. Pasalnya, hal tersebut bakal bersifat kontradiktif dengan dorongan pemerintah terhadap industri properti tahun ini. Seperti yang diketahui, pemerintah baru saja memperpanjang stimulus Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) hingga Juni 2022. Meskipun, stimulus tersebut tak bisa penuh 100 persen.

Kenaikan tariff PBB jelas bakal membuat calon konsumen kembali berpikir untuk membeli. ’’Terutama investor. Mereka pasti memperhitungkan untuk beli rumah. Karena beban mereka untuk mempertahankan rumah lebih besar lagi,’’ paparnya. (dee/bil)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X