Bukit Steling Samarinda: Geologi Dan Potensinya

- Rabu, 12 Januari 2022 | 11:13 WIB

Faried Rahmany
Penyelidik Bumi Ahli Muda di Dinas ESDM Kaltim

 

Bukit Steling merupakan sebuah wilayah perbukitan memanjang berarah utara-selatan yang terletak di Kelurahan Selili dan Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda. Masyarakat Samarinda lebih mengenal dengan nama Gunung Steling daripada Bukit Steling.

Penyebutan gunung secara geologi sebenarnya kurang tepat, mengingat elevasi tertinggi bukit ini hanya 117 m (DEMNAS). Berdasarkan ketinggian relatif, maka “gunung steling” ini masuk dalam kategori perbukitan rendah yang ketinggiannya berkisar 50 m – 200 m (Ike Bermana, 2006). Sementara istilah gunung menurut Glossary of Landform and Geolologic Terms, merupakan suatu area dengan ketinggian lebih dari 300 m dengan kemiringan lereng lebih besar dari 25%.

Wilayah ini sejak dulu merupakan daerah yang sudah ditempati masyarakat. Kita dapat memanfaatkan ilmu penginderaan jauh untuk mengetahui hal tersebut. Menggunakan informasi koleksi citra satelit pada aplikasi google earth, terlihat di awal tahun 2000-an kawasan ini sudah dipenuhi pemukiman.

Hingga sekarang, lokasi pemukimannya bahkan mencapai daerah puncak bukit. Memang lokasi ini sangat strategis, seperti dekat dengan Pelabuhan kota, dekat dengan Sungai Mahakam, dan memiliki pemandangan yang luar biasa apabila berada di puncak bukit. Namun selain keindahan tersebut, bukit ini juga memiliki potensi bahaya geologi berupa tanah longsor.

Hal ini disebabkan semakin padatnya perumahan warga sehingga menambah berat beban lereng dalam menyangga kekuatan perbukitan yang ada. Oleh karena itu, melalui tulisan singkat ini akan disampaikan mengenai kondisi geologi dan potensi Bukit Steling.

Kondisi Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Samarinda skala 1 : 250.000, kawasan Bukit Steling ini berada pada Formasi Pulaubalang. Formasi ini tersusun atas perselingan antara grewake dan batupasir kuarsa, dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan tuf dasit (S. Supriatna, Sukardi, E. Rustandi, 1995).

Kemudian lokasi ini juga berada di jalur sesar/patahan yang berarah timur laut - barat daya. Selanjutnya hal ini dipertegas lagi oleh Peta Geologi Hasil Interpretasi Inderaan Jauh skala 1 : 50.000 lembar 1915-41 dan 1915-13, bahwa daerah ini dilalui oleh jalur patahan.

Kemudian berdasarkan data survey lapangan didapat bahwa litologi dominan di kawasan ini berupa batulempung sisipan batupasir. Kemiringan batuan berkisar antara 390 – 540. Adapun deskripsi batuannya adalah sebagai berikut: Batulempung berwarna abu-abu kehitaman, setempat terdapat lapisan batubara.
Batupasir, warna lapuk coklat kemerahan, warna segar putih hingga abu-abu, ukuran butir halus - sedang, bentuk butir menyudut tanggung.

Lokasi singkapan batuan di Bukit Steling ini juga searah dengan singkapan batuan yang berada di Jalan Trikora, Samarinda Seberang, dengan kemiringan batuan adalah 610. Selama rentang waktu tahun 2020 – 2021 telah terjadi bencana tanah longsor di sekitar lokasi ini. Akibat yang ditimbulkan oleh longsor ini hingga menutup ruas jalan arah Palaran-Samarinda Seberang.

Secara geologi, baik di Bukit Steling maupun di Jalan Trikora, keduanya berada di jalur patahan. Hasil penelitian tim kajian risiko BPBD Samarinda menyebutkan bahwa jenis patahan di wilayah ini adalah patahan naik. Keberadaan patahan mengakibatkan kawasan tersebut banyak memiliki bidang lemah pada batuannya, yang berwujud retakan-retakan atau rekahan-rekahan. Akibatnya batuan di daerah ini mudah mengalami pelapukan, yang disebabkan oleh hujan, panas matahari, dan aktivitas manusia.

Kondisi Potensi
Terdapat 2 (dua) potensi yang berkaitan dengan geologi di kawasan Bukit Steling ini, yaitu kebencanaan dan geowisata.

Bukit Steling merupakan daerah yang rawan terhadap kejadian tanah longsor. Berdasarkan data dari BPBD Samarinda melalui Laporan Kajian Kestabilan Lereng Kelurahan Selili tahun 2019, terdapat 5 (lima) kejadian bencana tanah longsor yang mengakibatkan kerugian yang signifikan. Yaitu tahun 1999 yang mengakibatkan 11 bangunan rumah ambruk, tahun 2007 dengan 4 rumah terpapar, tahun 2015 terdapat 2 rumah ambruk, tahun 2016 terjadi longsoran di beberapa tempat yang berbeda dalam satu kawasan, dan tahun 2017 diketahui 6 rumah ambruk.

Kemudian pada tahun 2019, 2020, dan 2021 juga terdapat beberapa kejadian tanah longsor yang mengakibatkan kerusakan rumah warga.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X