Prof Rinawati Rohsiswatmo dan Alat Bantu Napas Bayi Baru Lahir yang Berbuah Penghargaan

- Sabtu, 8 Januari 2022 | 11:05 WIB
Rinawati Rohsiswatmo
Rinawati Rohsiswatmo

Prof Rinawati Rohsiswatmo menghasilkan inovasi alat bantu untuk bayi yang baru lahir dan mengalami ketidakmampuan bernapas. Alat tersebut ringkas serta efektif bikin paru-paru bayi terbuka dan aman dari risiko kebutaan.

 

M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

 

SEPULANG dari tugas belajar di Australia, Rinawati Rohsiswatmo dihadapkan pada kondisi yang memprihatinkan di tanah air: angka kematian bayi akibat ketidakmampuan bernapas saat lahir cukup tinggi. Padahal, untuk menangani bayi yang lahir dengan kondisi asfiksia, dibutuhkan perlengkapan atau alat kesehatan yang tepat.

”Waktu itu saya melihat baru di RS Anak dan Bunda Harapan Kita yang punya NICU (neonatal intensive care unit) untuk merawat bayi baru lahir yang bermasalah,” kata Rina yang pada 2002 baru pulang dari tugas belajar di Neonatal Intensive Care Unit Royal Women’s Hospital, Melbourne. Rina yang ketika itu bertugas di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, merasa tergugah. Indonesia begitu luas, tetapi fasilitas kesehatan penunjang bayi baru lahir dengan kondisi khusus hanya tersedia di ibu kota.

Rina yang saat itu juga menjadi pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) akhirnya mengajukan fasilitas serupa untuk RSCM. Dan, permintaan itu dikabulkan. Akhirnya, RSCM memiliki fasilitas serupa.

Berbekal fasilitas tersebut, Rina kemudian melatih banyak calon dokter maupun perawat untuk menangani bayi-bayi baru lahir dalam kondisi khusus. Dia menghitung, sampai saat ini dirinya sudah mendidik sekitar 300 dokter dengan keahlian penanganan bayi baru lahir dalam kondisi khusus. Termasuk mendidik sekitar 500 perawat dengan kemampuan serupa.

Sampai akhirnya, fasilitas NICU menyebar luas. Hampir di seluruh kota besar, terdapat rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Meski begitu, masih ada yang mengganjal di benak Rina. Peralatan penanganan bayi yang lahir dalam kondisi asfiksia saat itu kurang cocok dengan kondisi di Indonesia. Hampir semua peralatan yang tersedia juga diimpor.

Alatnya cukup berat dan sulit dibawa ke mana-mana. Apalagi dipakai di pedesaan yang memiliki tingkat kematian bayi baru lahir lumayan tinggi. ”Alatnya diem di tempat,” ujar guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.

Alumnus S-1 dan S-3 UI itu menjelaskan, karena diimpor, harga alat kesehatan tersebut tentu sangat mahal. Untuk membantu bayi lahir dengan kondisi asfiksia, alat itu menghasilkan medical air atau gas medis. ”Medical air ini juga cepat habis. Untuk mengisi lagi, harganya mahal sekali,” ungkapnya.

Hingga akhirnya, pada 2005 Rina terpikir untuk membuat alat serupa. Kelak alat yang dia buat harus berharga murah serta mudah digunakan sehingga bisa menjangkau berbagai penjuru Indonesia.

Rina lantas mengajak adik kelasnya, yang menurutnya punya uang lebih, untuk berkolaborasi membuat alat yang mampu menghasilkan gas medis. Manfaatnya, membantu bayi baru lahir yang sulit bernapas, bukan dengan memberikan oksigen. ”Kalau diberi oksigen, apalagi oksigen murni dan berlebih, bayi malah bisa jadi buta,” ungkapnya.

Setelah membahas pembuatan alat penghasil gas medis tersebut, ternyata dia menemukan banyak masalah. Kesimpulannya, pembuatan alat itu tidak bisa hanya diselesaikan dokter. Akhirnya, dia menggandeng kolega sesama dosen serta mahasiswa Fakultas Teknik UI. Rina juga mengajak sejawat dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk berkolaborasi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X