Akibat ketidaktahuannya tentang vaginismus, Dian Mustika sempat memaksakan diri: kalau tak bisa menahan sakit sekarang, apalagi nanti saat lahiran. Lewat komunitas yang dia bentuk, antar penderita tak cuma berbagi cerita, tapi juga berbagi rekomendasi dokter yang tepat.
ZALZILATUL HIKMIA, Jakarta
”MASA dua tahun nikah, aku masih perawan,” kelakar Dian saat kembali menceritakan masa-masa perjuangannya melawan vaginismus.
Dian menikah pada November 2017. Namun, hingga dua tahun pernikahan, dia dan suami, Fajar Widi, belum pernah berhubungan suami istri layaknya pasangan lain. Setiap penetrasi tak pernah berhasil. Saat penis baru menyentuh vulva saja, rasanya nyeri tak terkira.
Awalnya, perempuan kelahiran Jambi itu berpikir kegagalan pada malam pertama tersebut adalah efek kelelahan. Maklum, seharian menjalani ritual pernikahan membuat seluruh tubuhnya remuk redam. Ditambah lagi, ada rasa tegang saat teringat ucapan temannya yang bilang malam pertama itu sakit.
”Ya udah lah, nggak papa mikirnya. Baru sekali. Kami coba besok,” katanya. Nyatanya, di momen-momen lain pun sama. Honeymoon hingga momen cuti total agar badan lebih rileks tak membuahkan hasil. Rasa nyeri itu masih ada. Padahal, foreplay sudah benar-benar dilakukan.
Sampai titik itu, Dian tak tahu bahwa dirinya menderita vaginismus. Vaginismus merupakan kondisi pengencangan otot-otot di sekitar vagina. Kekakuan itu yang mengakibatkan tak bisa terjadi penetrasi.
Dian sempat memaksa dirinya untuk menahan rasa sakit itu. Dia menanamkan pikiran, kalau tak bisa menahan sakit sekarang, bagaimana nanti saat lahiran. ”Saat aku nahan sakit itu, nggak cuma sakit. Malah kayak ketabrak penisnya. Dan, yang sakit ini bukan cuma aku, suamiku juga,” paparnya.
Momen ini membuat mereka berpikir lagi, mungkin salah masuk lubang penetrasi. Ternyata hal itu juga menjadi pemikiran banyak penderita vaginismus. Hingga akhirnya, mereka tak kunjung memeriksakan diri atas penyakit yang dialami.
Lama-kelamaan, perempuan penghobi workout itu penasaran soal apa yang terjadi dalam dirinya. Penelusuran mulai dilakukan melalui internet. Ternyata hampir semua artikel menyebutnya mengalami vaginismus.
Penyebabnya pun disebutkan. Vaginismus terjadi karena kurang rileks, kurang pelumas, hingga trauma masa lalu. Setelah dirunut, Dian tak masuk dalam kategori-kategori tersebut. Saran-saran yang diberikan seperti senam kegel pun dilakoninya. Namun, hasilnya masih nihil.
Minimnya informasi mengenai vaginismus saat itu membuat keduanya tak tahu harus bagaimana. Atau, bahkan minimal harus ke mana untuk memeriksakan diri. No clue. Bercerita kepada orang lain tentu bukan opsi. Dian mengakui bahwa ada rasa malu hingga takut dihakimi. ”Kebayang gak sih cerita ke orang malah dibilang, ’Hah selama ini belum?’” ungkapnya.