Mungkin hanya satu dari seribu tukik yang dilepas, mampu bertahan hidup. Taman Wisata Alam Sangalaki jadi tempat masyarakat belajar terkait siklus kehidupan penyu.
NOFIYATUL CHALIMAH, Pulau Sangalaki
Hadransyah menapaki jalan berpasir lagi. Di bawah remang cahaya bulan, dia mendengar suara galian pasir tergesa-gesa. Hadran pun langsung menghentikan langkahnya. Dia menunggu sampai tak ada pergerakan lagi. Ketika situasi dirasa pas, senter pun dinyalakan lagi. Dia menunggu sosok hewan dengan sirip yang menyapu pasir itu selesai.
"Kalau dia bertelur di tempat yang sekira tidak aman, kita pindahkan. Kalau misalnya aman, kita biarkan saja," kata dia.
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangalaki yang dikelola Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim tempat Hadransyah bekerja. Di pulau yang masuk gugusan Kepulauan Derawan itu, ratusan butir telur penyu bisa dia temukan dan mesti dievakuasi di dekat kantor tempatnya bekerja.
Di sini, dia bisa mengubur ratusan telur penyu yang dievakuasi, di tempat penangkaran yang sudah disiapkan. Jika tempat penangkaran penuh, maka telur penyu ditanam di halaman kantor TWA Pulau Sangalaki. Faktor yang menyebabkan telur penyu harus dievakuasi adalah keamanan dari penjarah, hingga pasang surut air laut.
Selama dua bulan biasanya telur ditanam. Hingga tukik menetas sendiri dan naik ke permukaan. Dalam areal penangkaran telur ini bisa menampung hingga 30-an sarang. Satu sarang bisa diisi seratusan telur. Usai naik ke permukaan, biasanya tukik dikumpulkan dahulu di bak yang mereka siapkan.
"Biasanya kita taruh semalam di bak ini. Nanti kita lepaskan. Sama untuk edukasi pengunjung juga di sini. Bagaimana tukik itu," sambung Hadransyah.
Perjalanan sebuah telur penyu, menjadi penyu yang bebas berenang di lautan, cukup terjal. Setelah dua bulan terpendam dalam pasir, telur yang bisa menjadi tukik hanya sekitar 80 persen.
"Telur ke tukik 80 persen. Kalau tukik yang bisa besar jadi penyu, seribu banding satu," sambungnya.
Upaya konservasi penyu ini sudah dipayungi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Hal itu seiring dengan perburuan telur penyu untuk dikonsumsi. Rata-rata penyu yang bertelur di Sangalaki adalah penyu hijau. Induk penyu biasa bertelur 2–4 tahun sekali. Lalu, kembali ke lautan untuk hidup.
"Tukik sebagian kita lepaskan. Sebagian merayap sendiri ke laut, mereka tahu jalannya," sambung dia.
Gubernur Kaltim Isran Noor pun memuji upaya penangkaran penyu ini. Ditunjang keindahan alam pantai dan bahari di Sangalaki, pulau ini punya paket lengkap menarik turis ke Kaltim. Apalagi, sudah disediakan penginapan. Asalkan kebersihan terus dijaga.