ROEDY HARYO WIDJONO AMZ, Penyair, Pekerja Seni Kemanusiaan (PSK), dan penulis buku kebudayaan. Tinggal di Samarinda. Salah satu Kumpulan Puisinya bertajuk Lelaki Penunggang Gelombang.
Penakluk Malam
Karya: Roedy Haryo Widjono AMZ
Malam belum jua larut,
lelaki itu terseok menyeret bayangan tubuhnya yang lusuh.
Ia pantang surut menyusur jalan tak berujung kepastian.
Angin malam menikam tengkuknya.
Ia berhenti sejenak, tepat di tikungan lorong buntu,
lalu tengadah ke langit kelam.
Matanya kuyup tak menemukan pertanda
ke mana lagi harus melangkah.
Bibirnya kelu.
Ia tak paham kepada siapa harus berujar
tentang napas yang tersengal. Malam kian renta.
Bayangan tubuhnya mulai mengeluh karena rembulan alpa meneteskan sinar di relung jiwanya yang gusar memikul beban langit mendung.
Embun dini hari meremas rambutnya hingga membuat perih jiwanya. Semalam ia tertindas kuasa kegelapan
dan harus mengubur bayangan tubuhnya
di emperan trotoar subuh.
Lelaki penakluk malam,
takluk oleh malam.
Mantra Tempayan Tuak
Karya: Roedy Haryo Widjono AMZ
Memang kuyakini sejak kau kutemukan lagi,
setelah bertahun-tahun kuputari rimba,
berbulan lamanya mengaduk ceruk lubuk,
berbilang hari menguji kerlip matahari,
niscaya sapamu terus ada.
Ketika kutanyai gelombang, ia mengangguk tak meratap.
Angin tak menggeleng, ketika kulontari tanya yang sama.
Dalam mantraku, kalbumu menebarkan ingatan di kelampauan waktu ketika kita terhuyung meneguk tuak.
Kala itu ada mantra sedang kutelusuri makna gaibnya.
Aku niscaya, orang Dayak berbunda mantra dan ayah kita senantiasa bersemayam di semesta, selalu saja mengibarkan syair di rumah panjang yang lusuh tergores pisau peradaban.
Padahal pada tiang dua pelukan, masih terpahat mantra dari leleh keringat leluhur, yang kini lusuh tak terurus karena jejak pendatang telah memecahkan tempayan naga.
Kugenggam terus sapamu.
Tak peduli di rimba mana engkau bersemayam,
di mantra jua kita berjumpa.
"Setetes pun jangan sisakan," begitu ucap mantramu.
Tuak tetap terteguk dan setetes pun kusisakan.
Sebab mantra tak akan habis diteguk,
sekalipun tempayan retak didera rapuhnya waktu.