Pemindahan IKN Tak Berdampak Putusan MK

- Minggu, 5 Desember 2021 | 16:44 WIB
Kawasan IKN
Kawasan IKN

Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional seolah-olah membela masyarakat. Padahal kenyataannya, undang-undang tersebut tetap dipakai pemerintah sebagai dasar pengambilan kebijakan.

 

BALIKPAPAN-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa omnibus law Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional bersyarat, dinilai tidak berpengaruh banyak terhadap peluang investasi di ibu kota negara (IKN) baru. Pasalnya, investasi pembangunan IKN baru di Kaltim akan mengacu undang-undang tersendiri. Yakni Undang-Undang IKN, yang juga direncanakan disusun dengan metode penyederhanaan undang-undang atau omnibus law.

Sebelumnya, MK mengabulkan sejumlah poin dalam judicial review omnibus law UUCK pekan lalu. Meskipun demikian, putusan MK itu seolah tidak berdampak banyak saat ini. Karena UUCK masih tetap berlaku. Sebab, MK memberi waktu bagi pemerintah memperbaiki undang-undang tersebut selama 2 tahun. Apabila, setelah 2 tahun tidak ada perbaikan, omnibus law baru dinyatakan tidak berlaku.

MK hanya memerintahkan pemerintah agar tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UUCK. Menyikapi hal itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Warkhatun Najidah mengatakan, omnibus law UUCK sebagai upaya jalan pintas atas pembuatan perundang-undangan yang sudah bertumpuk sekian lama. Undang-undang yang ada saat ini, kata dia, dibuat tidak sinkron satu dengan yang lainnya.

Sehingga, UUCK memangkas dan menjadikan 79 undang-undang menghasilkan beberapa klaster. Yang diperuntukkan membuka pintu investasi di Indonesia. “Investasi bukan suatu hal terpisah dari kebijakan. Pelaksanaannya berupa kontrak kerja, namun harus dilakukan atas dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUCK tidak bisa menjadi cantolan hukum. Apalagi membuat peraturan yang ada di bawahnya,” katanya dalam Kaltim Post Talk Show IKN: “Investasi IKN setelah UU Cipta Kerja Inkonstitusional”, Jumat (3/12).

Akan tetapi, yang disayangkannya adalah, putusan MK tidak melarang skema penyusunan undang-undang dengan menggunakan metode omnibus law. Oleh karena itu, apabila perubahan UUCK dilakukan, tetapi masih menggunakan metode omnibus law, maka nasibnya akan tetap seperti UUCK sebelumnya. “Metode omnibus law dilakukan di DPR sekira setahun. Namun, gerilya dalam penyusunan tersebut, sudah dilakukan mekanisme yang panjang. Jika ini dikoneksikan dengan investasi, pertanyaan besar yang muncul adalah, undang-undang ini disesuaikan dengan perjanjian investasi atau perjanjian investasi yang menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan?” ungkapnya.

Dia menerangkan, salah satu kerusakan yang ditimbulkan dari omnibus law UUCK di daerah adalah, pertambangan ilegal dan penebangan kayu secara ilegal yang terjadi semakin luar biasa. Ini diakibatkan hilangnya kewenangan pengawasan pemerintah daerah setelah diambil sepenuhnya pemerintah pusat. Dengan adanya putusan MK, dia berharap penyusunan UU IKN nanti tidak semena-mena terhadap kehidupan yang lain. “Juga jadi pertanyaan waktu Bappenas sudah menyusun rancangan-rancangan (pembangunan IKN baru) didasarkan apa? Undang-undang (IKN)-nya saja belum jadi kala itu. Jadi ini penting bagi kita, bukan untuk menghambat, tetapi justru mengamankan,” terang perempuan berkerudung ini.

Oleh karena itu, kalaupun pemerintah merevisi UUCK, Warkhatun Najidah meminta klaster perizinan yang paling harus dibongkar. Karena di situlah pintu yang memiliki asas buka-tutup, sehingga perizinan tidak dibuka terus. Karena memiliki bahaya yang juga banyak, jika dibuka terus. “Dan itulah fungsi perizinan. Belum lagi, ketika semua perizinan diambil alih pusat. Pertanyaannya apakah mampu pemerintah pusat melakukan pengawasan dan pengendalian (wasdal) atas sekian banyak rencana strategis dan juga pelaksanaan kegiatan se-Indonesia. Bukan Kaltim saja,” jabarnya.

Menurutnya, jika omnibus law UUCK diperbaiki sesuai putusan MK, pemerintah tidak lagi mempergunakan teknik omnibus law lagi. Sehingga tidak akan terulang lagi kesalahan dalam penyusunan undang-undang yang disebut MK tidak konstitusional itu. “Kemarin kita memasak dengan cara yang salah. Masak kita masih mau menggunakan metode yang sama. Kita sudah punya metode atau perancangan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Najidah.

Sementara itu, Rektor Universitas Balikpapan (Uniba) Isradi Zainal berpendapat, putusan MK terhadap omnibus law UUCK yang dikatakan inkonstitusional itu seolah-olah membela masyarakat. Sementara, undang-undang tersebut masih berlaku hingga 2 tahun ke depan. “Ujungnya pemerintah seakan-akan membela masyarakat. Dan menjadi lucu ketika MK tidak menyinggung soal omnibus law-nya,” ucap dia. Dengan demikian, putusan MK terhadap omnibus law UUCK itu, menurutnya tidak berpengaruh besar dengan rencana pembangunan IKN di Kaltim.

Isradi menilai, masyarakat sudah terbiasa dengan banyaknya undang-undang yang seakan-akan membela masyarakat. Namun kenyataannya adalah sebaliknya. “Dan khusus omnibus law (UUCK) yang dikatakan inkonstitusional dalam kaitannya IKN, saya masih meyakini tidak akan ada masalah. Karena tidak ada larangan kalau kita baca putusan MK itu. Dia hanya tidak ingin ada peraturan di bawahnya omnibus law itu,” jelas pria berkacamata ini. Isradi menuturkan, masalah kepastian hukum kaitannya sangat penting dalam pembangunan IKN. Akan tetapi, investor tidak membahas UUCK yang saat ini dikatakan inkonstitusional.

Sebaliknya, malah menunggu pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang. Yang nantinya menjadi acuan untuk melaksanakan pembangunan pada IKN. Turut pula, di dalamnya mengatur skema pembiayaan pembangunannya. “Saya yakin ketika UU IKN disahkan, ada atau tanpa investasi, pembangunan IKN akan terlaksana. Karena skema pembiayaan IKN yang tidak dianggarkan dalam 1, 2, atau 3 tahun. Tetapi direncanakan untuk 20 tahun ke depan,” terang dia.

Diketahui, dalam putusan yang dibacakan 25 November lalu, MK menyatakan bahwa UU Ciptaker yang disusun dengan metode omnibus law itu inkonstitusional bersyarat. Dalam putusan setebal 448 halaman itu, MK menilai, UU Ciptaker belum memenuhi tata cara yang baku dan standar sesuai asas-asas pembentukan undang-undang. Sebagaimana yang diatur dalam UU 12/2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X