Soal APBD PPU yang Telat, Sanksi seperti Dua Mata Pisau

- Kamis, 2 Desember 2021 | 10:57 WIB
Anda Rusmansyah
Anda Rusmansyah

SALAH satu poin penilaian untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatan waktu penetapan APBD. Tidak tepat waktu pengesahan RAPBD menjadi APBD PPU 2022 sebagaimana batas waktu oleh Kementerian Dalam Negeri pada 30 November 2021, bisa menjadi cerminan yang buruk.

“Keterlambatan penetapan APBD ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurang harmonisnya hubungan eksekutif dan legislatif.  Tentu, hal ini memalukan di mata masyarakat, dan bisa saja anggapan publik menyatakan bahwa eksekutif dan legislatif tidak cakap dalam menjalankan tugasnya,” kata Sekretaris Pusat Kajian Kebijakan Daerah (PK2D) PPU Anda Rusmansyah.

Ia menanggapi pembahasan RAPBD PPU 2022 yang belum final hingga 30 November 2021.  Akibatnya, belum dapat disahkan anggaran pembangunan yang direncanakan Rp 1,16 triliun itu tepat waktu.

“Melihat kondisinya tidak mungkin RAPBD PPU 2022 disahkan tepat waktu,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD PPU Wakidi, seperti dilansir media ini, kemarin.

Indikasi belum bisa disahkannya RAPBD menjadi APBD, lanjut dia, akibat beberapa hal. Di antaranya, rapat yang digelar Banggar DPRD PPU bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Senin (29/11) dihentikan. 

Disebutkannya, alasan rapat dihentikan karena TAPD yang datang tak membawa bahan penjabaran RAPBD untuk dibahas bersama banggar. “Karena datang tidak membawa bahan untuk dibahas lalu rapat yang dibuka ketua DPRD itu pun ditutup,” kata Wakidi.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setkab PPU Ahmad Usman yang hadir pada rapat tersebut, saat dihubungi media ini, ia menjelaskan, dokumen RAPBD tersedia saat rapat. Badan Keuangan dan Aset Daerah dan Bapelitbang menyiapkan sajian dokumen pembahasan bekerja sampai malam dan perlu waktu berhari-hari.

“Apabila ada tambahan kegiatan yang baru, harus dikonfirmasi dengan SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Perlu waktu untuk sinkron,” kata Ahmad Usman.

Anda Rusmansyah kemarin mengatakan, terkait sanksi menurut UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan jika anggaran terlambat ditetapkan, hak keuangan kepala daerah dan DPRD selama enam bulan tidak dipenuhi, itu bentuk punishment seperti dua mata pisau.

“Satu sisi menjadi cambukan untuk bekerja lebih baik ke depannya, di sisi lain saat punishment ini dijalankan pasti ada dampak turunnya kinerja karena tidak disokong oleh keuangan yang seharusnya menjadi haknya,” katanya.

Karena itu pula, lanjut dia, perlu digarisbawahi salah satu stimulus penting jalannya ekonomi daerah adalah APBD. “Jika APBD ini ada kendala, bisa dipastikan jalan perekonomian di daerah akan terhambat, seperti tertundanya penyaluran dana desa, gaji pegawai, pengembangan ekonomi desa dan puluhan dampak lainnya,” tegasnya. (ari/kri/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X