Paidjo muncul dari dua perjalanan liburan Sulkhi Mubarok sekeluarga yang terpisah dua tahun: ke Jogjakarta dan Malang. Saat bisnis beranjak naik, dia terus menjaga komitmen agar petani turut merasakan dampak dan orang-orang di sekitarnya bisa mendapatkan pekerjaan.
FERLYNDA PUTRI, Sleman
PAIDJO lahir dari persilangan Semarang, Jogjakarta, dan Malang. Kombinasi keresahan yang muncul di tengah perjalanan dan ide yang terletup saat liburan.
Paidjo tentu bukan nama bapak, paklik, atau tetangga Anda. Ia akronim dari Pie Salak Djogja. Produk itu digagas Sulkhi Mubarok setelah mengambil keputusan berani: mundur sebagai abdi negara alias aparatur sipil negara.
Dan, semua diawali pada suatu perjalanan liburan dari tempat dia dan keluarga bermukim di Semarang, Jawa Tengah, menuju Jogjakarta.
Jogjakarta memang destinasi favorit Mubarok dan keluarga. Mereka kerap berlibur ke sana.
Nah, pada akhir 2016, mereka sekeluarga kembali liburan tahun baru di Jogjakarta. Belum ada tol sehingga jalur Semarang–Jogja ramai. Mereka lantas memilih jalur alternatif melewati Turi, Sleman. ”Pas lewat daerah Turi (Sleman), banyak banget orang jualan salak pondoh,” kata Mubarok.
Turi yang berbatasan dengan Magelang, Jawa Tengah, memang dikenal sebagai kawasan sentra salak pondoh. Ketika itu, Mubarok berhenti pada salah seorang ibu yang menjual dagangannya di pinggir jalan.
Mubarok pun menanyakan harga 1 kilogram salak pondoh. ”Ibunya menjawab Rp 5.000 sekilo,” ujar Mubarok menirukan.
Harga tersebut dianggap sudah murah. Namun, pria asal Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah, itu iseng menawar lagi dan mendapatkan harga Rp 3.000 per kilogram. Dia dan keluarga pun memborong 5 kilogram.
Tapi, harga murah tersebut juga memicu keresahan Mubarok. Kok bisa harganya serendah itu. Padahal, menurut dia, juga umum diketahui, rasa salak pondoh itu enak, manis, dan buahnya juga kriuk.
Mubarok membayangkan, kalau di penjual saja salak pondoh dijual Rp 3.000 per kilogram, lalu berapa harga per kilogram di petani. Pasti lebih murah. ”Di mobil kebetulan ada salah satu anggota keluarga yang memang orang Jogja. Dan, dia bilang harga salak dari petani hanya Rp 1.000,” tuturnya.