Adam Setiawan
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia
Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
Beberapa hari lalu baru saja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna mengesahkan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (Panglima TNI). Untuk diketahui, Jenderal Andika Perkasa menjadi calon tunggal yang diajukan Presiden Joko Widodo untuk mendapat persetujuan DPR.
Namun dalam pengusulan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menuai penolakan oleh beberapa elemen masyarakat. Penolakan didasarkan keterlibatan Jenderal Andika atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan terkait harta kekayaan Jenderal Andika Perkasa yang dinilai tidak wajar.
Yang menjadi pertanyaan publik, apakah ada calon alternatif yang bisa dipertimbangkan. Terlepas dari calon alternatif, kualitas pejabat bergantung dari kualitas mekanisme pengisian atau rekrutmennya.
Pada dasarnya, pola rekrutmen sudah ditentukan secara eksplisit di dalam setiap ketentuan yang mengatur lembaga tersebut. Misalnya, rekrutmen Panglima TNI sudah ditentukan dalam UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pola mekanisme rekrutmen calon Panglima TNI melibatkan peran DPR. Dalam hal ini, DPR memberikan persetujuan terhadap satu calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden.
Fokus utamanya yakni bagaimana memunculkan pejabat yang berkualitas jika mekanisme rekrutmennya melalui lembaga politis. Sebelumnya perlu diketahui apa yang dimaksud dengan jabatan (ambt) atau pejabat (ambtsdrager). Menurut Bagir Manan jabatan adalah lingkungan kerja tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan akan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Kumpulan atau keseluruhan jabatan atau lingkungan kerja tetap inilah yang mewujudkan suatu organisasi (Bagir Manan: 2003)
Organisasi adalah kumpulan jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi. Keseluruhan fungsi dari semua jabatan atau lingkungan kerja tetap tersebut akan mencerminkan tujuan organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi mencapai tujuan negara (Bagir Manan: 2003). Agar dapat berjalan untuk mencapai tujuan negara, jabatan memerlukan suatu perwakilan (vertegenwoordiging). Oleh karena diwakili penjabat, jabatan bisa berjalan (Utrecht: 1957).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa jabatan dan pejabat merupakan satu kesatuan karena jabatan tidak dapat beroperasi tanpa ada pejabat, sedangkan tanpa jabatan tidak ada pejabat. Seluruh tugas, wewenang dan kewajiban dapat beroperasi dengan adanya pejabat.
Pada tulisan ini akan digunakan terminologi pejabat publik (public official). Menurut Bagir Manan istilah pejabat publik adalah setiap orang yang dipilih atau diangkat atau mendapat tugas memangku dan menjalankan fungsi kenegaraan dan pemerintahan (Bagir Manan: 2018).
Jika ditelusuri istilah pejabat publik ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa pejabat publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
Pasal 1 angka 3 menyebutkan, badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran.
Secara konsep pola rekrutmen pejabat publik bisa melalui proses pemilihan (election) dan melalui pengangkatan (appointment). Yang dimaksud dari pemilihan adalah proses pengisian pejabat publik yang melibatkan secara langsung partisipasi publik.