Kaltim dan Kutukan Sumber Daya Alam (2-Habis)

- Rabu, 24 November 2021 | 09:38 WIB

Oleh: Bernaulus Saragih

PhD Environmental Economist

 

 

Empat dekade keemasan sumber daya alam Kaltim sesungguhnya sebuah waktu yang lebih dari cukup untuk mengembangkan infrastruktur ekonomi maupun transformasi sumber daya manusia Kaltim menuju perekonomian yang bertumbuh pada sektor industri manufaktur dan jasa. Namun, dalam kenyataannya, perkembangan infrastruktur ekonomi, terutama urat nadi seperti jalan dan transportasi seperti berjalan di tempat. 

 Pertumbuhan infrastruktur jalan tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan derasnya eksploitasi sumber daya alam Kaltim, sehingga proses pembangunan, dan peningkatan daya saing, transformasi ekonomi dari sektor ekstraktif ke terbarukan tidak banyak terjadi. Dengan menggunakan metode input-output sederhana bahwa output yang timbul atas eksploitasi sumber daya alam tidak banyak dinikmati oleh Kaltim. Dengan demikian, Kaltim sangat berpotensi menjadi wilayah miskin atau PDRB sangat rendah apabila sektor ekstraktif tersebut memasuki periode akhir atau habis. 

Pengalaman yang patut dipetik dari lahirnya istilah Dutch Desease atau penyakit Belanda bermula dari ketika Negeri Kincir Angin ini menemukan deposit minyak yang besar di North Sea lalu sumber daya dan perekonomian Belanda sangat tergantung pada sektor migas dari Nord Sea. Namun, ketika migas tersebut memasuki periode habis eksploitasi, Belanda memasuki resesi ekonomi, sumber pendapatan utamanya hilang, lowongan pekerjaan tidak berkembang, pengangguran tinggi dan negara memasuki kondisi defisit penerimaan yang luar biasa. Hal ini terjadi karena ketika sumber daya migas melimpah, negara lupa untuk memikirkan migas, sehingga ketika migas tersebut benar habis, pemerintah tidak memiliki rencana dan solusi yang baik karena tidak dipikirkan sejak jauh-jauh hari. 

Tanda-tanda resesi sebenarnya sudah pernah terjadi di Kaltim yaitu di 2017–2019. PDRB Kaltim merosot tajam karena harga jual migas dan batu bara terjun bebas, ekspor batu bara nyaris terhenti, sehingga pertumbuhan ekonomi Kaltim di periode tersebut bahkan sampai minus 3 persen. Namun, beruntung harga migas dan batu bara kembali normal di 2020 dan terus naik sampai saat ini. Fakta ini menunjukkan perekonomian sangat tergantung pada sektor ekstraktif ini sangat berisiko tinggi, sebagai akibat dari penentuan harga komoditas ini berada di luar jangkauan dan kewenangan Kaltim, demikian halnya produksi dan kapasitas produksi sangat ditentukan oleh pemerintah pusat memberikan implikasi risiko banyak dipikul oleh Kaltim.

Apakah Kaltim berpotensi memasuki era kutukan sumber daya alam? Jawabannya ya sangat berpotensi, dengan menggunakan fakta-fakta transformasi ekonomi yang semakin tidak jelas peta jalannya, sebagaimana dulu sudah dicanangkan oleh gubernur sebelumnya yaitu Awang Faroek Ishak, namun kini menjadi tidak jelas bagaimana dan seperti apa tahapan transformasi ekonomi ini dilanjutkan. Dengan tetap membiarkan sumber perekonomian tanpa transformasi yang jelas, saat sumber daya ekstraktif tersebut habis, apa yang disebut dengan kutukan sumber daya alam itu akan terjadi. Sebab, tidak ada sumber-sumber perekonomian lainnya yang mampu mengganti fungsi sektor ekstraktif tersebut sebagai sumber penerimaan.

 

Mampukah IKN Mencegah Kaltim Memasuki Periode Resource Curse?

 

IKN tentu memberi peluang baru bagi berkembangnya sektor-sektor strategis, dan aliran modal dan investasi tentunya akan mengikuti pergerakan manusia menuju pusat pemerintahan. Investasi akan mendekati Kaltim, baik karena pengaruh kedekatan wilayah dengan pusat kekuasaan maupun ketersediaan berbagai infrastruktur dan lahan yang ada karena kehadiran IKN. 

Arus modal, barang dan jasa ke wilayah IKN maupun Kaltim secara keseluruhan jadi peluang bagi Kaltim untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru. Nilai lahan Kaltim akan meroket, pertumbuhan properti dan fasilitas publik akan meningkat tajam, sebagaimana halnya pertumbuhan pusat-pusat unggulan di wilayah dan di sekitar IKN. Dengan kehadiran 1,5 juta penduduk baru akan meningkatkan jumlah uang beredar di Kaltim dan yang pasti meningkatkan permintaan terhadap produk-produk rakyat Kaltim, mulai produk pertanian untuk pangan,dan produk barang dan jasa lainnya termasuk permintaan akan rekreasi dan wisata, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan lainnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X