Kaltim dan Kutukan Sumber Daya Alam (1)

- Rabu, 24 November 2021 | 09:29 WIB

Oleh: Bernaulus Saragih

 PhD Environmental Economist

  

 

Dalam Sidang Istimewa DPR RI tanggal 16 Agustus 2019, presiden Republik Indonesia dalam pidato kenegaraannya menyampaikan bahwa perpindahan ibu kota negara (IKN) Republik Indonesia akan dilakukan ke Pulau Kalimantan, tepatnya di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu di wilayah Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kertanegara. 

Penetapan kedua kecamatan tersebut sebagai lokasi IKN disambut sangat gembira oleh rakyat, pemerintah provinsi dan kabupaten kota Kaltim. Sebab, perpindahan ini dianggap akan memberikan banyak peluang dan kesempatan bagi rakyat Kaltim, terutama dari sisi terbentuknya pusat pertumbuhan baru dalam segala aspek, terutama ekonomi dan politik. Kaltim akan menjadi pusat kekuatan politik-ekonomi nasional yang akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung bagi rakyat Kaltim dalam akses maupun kesempatan dalam berbagai bidang, tinggal bagaimana pemerintah dan rakyat Kaltim mempersiapkan diri agar tidak menjadi penonton di dalam rumah sendiri. 

Pemindahan IKN ini harus disambut dengan perhitungan yang matang dan kritis oleh Kaltim, apakah akan memberikan manfaat langsung sesuai dengan harapan, atau justru merupakan proses yang lebih sistematis lagi dalam menggerogoti kekayaan Kaltim seperti yang telah terjadi selama ini? Apakah rakyat Kaltim akan berperan penting atau memiliki akses yang kuat dalam membangun dan mengelola IKN atau keberadaan IKN akan semakin memarjinalkan rakyat Kaltim, yang karena alasan SDM dan lainnya? Atau IKN tanpa disadari oleh rakyat Kaltim sesungguhnya telah menjadi penyelamat masa depan Kaltim. Sebab, sebagaimana kita ketahui, periode emas pemanfaatan sumber daya alam seperti hutan, migas, dan batu bara akan segera berakhir, sehingga Kaltim sedang bergerak menuju situasi apa yang disebut dengan resource curse atau kutukan sumber daya alam, atau dutch desease? 

 

Apa itu Resource Curse? 

Professor Anthony J Venables dari Oxford University dalam artikelnya yang dimuat dalam Jurnal Economy Perspektif  Vol 30 Nomor 1 Tahun 2016 yang berjudul: Using Natural Resources For Development, Why has it Proven so Difficult?. Dalam bahasa Indonesianya: Menggunakan Sumber Daya Alam untuk Pembangunan, Mengapa Efektivitasnya Sangat Sulit untuk Dibuktikan? Artikel ini secara lengkap menjelaskan pengertian dari negara-negara masuk kategori kaya akan sumber daya alam, negara-negara kaya tapi minus sumber daya alam, dan mengapa negara-negara kaya sumber daya alam dalam kenyataannya kurang maju dalam pembangunan, apa yang salah dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan bagaimana negara-negara yang kaya sumber daya alam bisa masuk perangkap kutukan sumber daya alam atau natural resource curse.

 Membaca dengan tuntas artikel tersebut sangat relevan untuk Indonesia khususnya Kalimantan Timur sebagai salah satu provinsi yang kaya sumber daya alam seperti migas, hutan dan pertambangan batu bara. Dengan menggunakan variabe-variabel yang diuraikan dalam artikel tersebut sebagai penyebab negara yang kaya sumber daya alam namun miskin dalam pembangunan atau tertinggal,  sangat relevan dengan Kaltim, dan dengan menggunakan faktor-faktor mengapa negara kaya akan sumber daya alam namun kurang maju dalam pembangunan, juga relevan dengan Kaltim. Menggunakan pengalaman negara-negara kaya sumber daya alam yang kemudian jatuh dalam kemiskinan juga relevan dengan Kaltim. Oleh karena itu, potensi Kaltim untuk memasuki periode kutukan sumber daya alam sangat memungkinkan. 

Tulisan tersebut menguraikan beberapa faktor yang menyebabkan negara kaya akan sumber daya alam bisa menjadi miskin atau tertinggal, seperti korupsi, penguasaan sumber daya alam oleh kekuasaan dan kroninya, pelibatan aparat keamanan seperti militer dalam melindungi kepentingan pengusaha dan bisnis, dan pemerintah yang kurang memiliki visi dalam melakukan transformasi ekonomi yang akhirnya ketika sumber daya alam habis, negara kehilangan sumber-sumber pendapatan dominannya. Dan tak kalah penting adalah akses dan kesempatan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam sangat minus, nyaris tidak ada karena kekuatan persekongkolan antara penguasa, pengusaha, dan aparat keamanan. Negara hanya memakmurkan tiga pihak, terutama elite penguasa, pengusaha dan aparat keamanan. 

Kaltim salah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang pembangunannya atau penerimaannya sangat tergantung pada sumber daya alam ekstraktif seperti minyak, gas, dan pertambangan batu bara. Kaltim mengandalkan ketiga sumber daya alam tersebut untuk pertumbuhan ekonomi. Dalam Laporan Badan Pusat Statistik Kaltim dari 2010–2020 Produk Domestik Regional (PDRB). Kaltim lebih kurang 70 persen disumbangkan oleh ketiga sumber daya alam tersebut. Namun, secara gradual sektor perkayuan dan migas terus mengalami penurunan dan telah memasuki periode akhir sedangkan pertambangan batu bara masih dimungkinkan bertahan antara 5–10 tahun mendatang.  Namun, sektor batu bara sangat perlu diwaspadai karena sensitivitas penggunaan batu bara sebagai sumber energi belakangan ini memperoleh banyak tantangan, terutama dalam konteks mengurangi emisi gas ruma kaca sebagaimana dimuat dalam paket Glasgow 2021, (Glasgow adalah kota tempat Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Conference of Parties (COP26)  diselenggarakan yang baru berakhir minggu kemarin).

Yaitu suatu kesepakatan dunia yang segera mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik karena emisi karbon yang ditimbulkannya. Dengan demikian, sektor ini tidak dapat terus diandalkan dengan perubahan paradigma dalam penggunaan sumber daya alam untuk energi, terutama dengan desakan penghentian batu bara sebagai pembangkit listrik karena sangat besar perannya dalam menyumbang emisi karbon yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Dengan perkembangan pemanfaatan sumber daya energi baru terbarukan membuat Kaltim sangat berpotensi memasuki periode kehilangan penerimaan dari sumber daya alam. Proses eksploitasi minyak dan gas, serta hutan, maupun batu bara yang menunjukkan tanda-tanda sunset atau terbenam maka dapat diartikan bahwa Kaltim berpotensi memasuki Era Dutch Desease atau kutukan sumber daya alam atau Resource Curse.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X