Ternyata Begini Alasan Tulisan Resep Dokter Sulit Dibaca

- Kamis, 18 November 2021 | 09:44 WIB
Ilustrasi dokter saat menulis resep obat (Pixabay)
Ilustrasi dokter saat menulis resep obat (Pixabay)

Tulisan resep dokter atas diagnosis penyakit tertentu kerap terkesan sulit dibaca pasien. Ternyata itu ada alasannya, salah satunya terkait volume aktivitas.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS. mengatakan, semakin cepatnya layanan yang dilakukan seorang tenaga kesehatan tak dibarengi kecepatan pada jari jemarinya dalam menulis resep.

“Seorang tenaga kesehatan memiliki volume layanan yang cepat, maka kecepatan berpikir tidak dimampu kecepatan jari jemarinya sehingga kadang penulisannya begitu teramat “indah”, susah dibaca masyarakat,” ujar dia dalam webinar bertema Peran Digitalisasi Dalam Mengembangkan Inovasi dan Bisnis di Industri Farmasi, Rabu (17/11).

Tenaga kesehatan lain termasuk apoteker bisa mengatasinya. Walau begitu, mereka tetap melakukan validasi atas resep yang diterima pada dokter yang meresepkan obat. Mereka pun akan memberikan edukasi kepada pasien terkait dosis obat dan petunjuk konsumsi hingga pasien paham dan meninggalkan ruang komunikasi di instalasi farmasi.

Tetapi ini dalam konteks konvensional. Seiring adanya digitalisasi dalam industri kefarmasian, peresepan dilakukan secara digital. Pasien bahkan bisa mengetahui jenis obat yang diminum termasuk petunjuk konsumsinya.

Dalam hal ini, ada keuntungan lainnya yakni kemungkinan meminimalisir bias, kesalahan dalam pembacaan resep oleh apoteker. Kemudian, sama halnya pada keadaan konvensional, apoteker pun melakukan komunikasi dengan dokter untuk mengkonfirmasi atau memberikan rekomendasi yang menyebabkan perubahan pada resep elektronik.

“Jadi tetap, kalaupun ada peralihan full antara penggunaan peresepan secara konvensional dengan yang sifatnya electonics bases, maka tetap ada fungsi konfirmasi dan itu dimungkinkan secara teknologi,” kata Hermawan.

Dari sisi industri penyedia, platform harus mampu menyediakan fitur verifikasi itu agar tercapainya tepat obat, tepat sasaran, tepat waktu dan tepat penggunaan. Hermawan menambahkan, perlu ada upaya tambahan yang sebenarnya muncul dalam rantai bisnis industri farmasi yakni sertifikasi dan standardisasi dalam pengemasan dan pengiriman obat.

“Kurir industri farmasi seharusnya tersertifikasi dan punya standard di dalam packing, packaging dan keamanan. Karena ini menyangkut bahan, sediaan farmasi yang sifatnya obat. Tidak bisa disamakan dengan barang lain yang mungkin terpapar udara,” kata dia. (jpc)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X