Kelola Sampah Organik

- Selasa, 16 November 2021 | 11:44 WIB

Rusdi

*Dosen Program Studi D-3 Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

 

Salah satu permasalahan lingkungan yang terjadi pada suatu wilayah adalah masalah sampah. Sampah merupakan masalah penting yang dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan. Berdasar perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia pada 1995, perkiraan timbulan sampah di Indonesia sebesar 22,5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2020 menjadi 53,7 juta ton.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya jumlah sampah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 1, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

 Penumpukan sampah harus ditanggulangi melalui pengolahan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah.

Pengelolaan sampah belum dapat dilakukan secara terpadu. Artinya, meskipun rumah tangga telah memisahkan antara sampah organik dan anorganik, namun pada TPA, sampah masih tetap bercampur, sehingga seolah pemisahan sampah di tingkat rumah tangga tersebut tidak ada gunanya. Oleh karena itu, pengelolaan sampah masa kini diharapkan dapat berlangsung dari sumbernya, misalnya rumah tangga.

Dewasa ini, pengelolaan sampah di masyarakat masih bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Penguraian sampah melalui proses alam memerlukan jangka waktu yang lama dan penanganan dengan biaya yang besar.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Jenis sampah organik rumah tangga menempati proporsi paling besar dari total produksi sampah. Sampah organik setiap hari selalu dihasilkan oleh rumah tangga di Indonesia. Sampah organik apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar sampah tersebut.

Seperti diketahui, sampah organik yang menumpuk akan membusuk dan mengeluarkan aroma yang tidak sedap, sehingga mengundang berbagai vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus dan kecoa. Selain itu, sampah yang dibuang sembarangan, misalnya ke selokan atau sungai akan menghambat aliran air. Akibatnya sampah tersebut bertumpuk, sehingga aliran air tersumbat dan akan mengakibatkan banjir. Namun, tidak semua sampah itu tidak berguna. Beberapa jenis sampah organik masih dapat diolah, sehingga memiliki nilai ekonomis.

Di masa pandemi Covid-19, persoalan sampah khususnya sampah dari jenis organik masih belum dapat dikendalikan secara efektif dan efisien, ditambah efek yang dimunculkan dari kondisi pandemi Covid-19 membuat kondisi perekonomian masyarakat Indonesia dapat dikatakan kurang stabil, bahkan tidak sedikit masyarakat Indonesia mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga berimbas meningkatnya angka penggangguran.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X